Gadis Bakso

17.02.00 jino jiwan 3 Comments

Pembaca yang budiningsih (“budiman” sudah terlalu mainstream). Berikut ini adalah cerita mengenai cinta, kasih, dan pengorbanan manusia. Cinta bukan hanya timbul dari sepasang kekasih (baik hetero maupun homo). Cinta pun bisa pada makanan. Kadang bahkan kecintaan pada makanan bisa mengubah jalan hidup seseorang. Cerita ini diinspirasi dari orang-orang nyata yang barangkali berada di dekat anda, cobalah tengok kisaran anda. Harapanku sebagai pengetik, semoga pembaca yang budiningsih tidak beroleh hikmah apapun dari kisah ini.

...
Tersebutlah seorang gadis yang hidup di tengah kepadatan kota di antara sesaknya tetumbuhan beton-beton. Namanya tidak diketahui namun orang-orang mengenalnya dengan sebutan “Gadis Bakso” karena gadis ini pencinta bakso dan makan bakso setidaknya setiap dua hari sebanyak enam porsi.

Berlawanan dengan hobinya terhadap bakso, wajahnya justru bergelimang cahaya dan termasuk manis pada zamannya. Barangkali ini disebabkan sejenis minyak dari bakso yang keluar dari setiap pori-pori wajahnya, minyak itulah yang melumasi sekujur wajah dan membuat sinar matahari memantul. Dengan begitu wajahnya pun bercahaya.


bakso
Gadis Bakso menurut tafsir seorang ilustrator
Pada suatu hari Gadis Bakso datang ke warung langganannya, “Warung Bakso Bawang Uleg” yang terletak di pengkolan jalan lingkar kota. Perutnya tengah bergemerincing saking laparnya. Sudah tiga hari ini dia tidak makan (bakso). Tapi betapa kecewanya dia mendapati warung bakso itu tutup.

“Aduuhh...kok tutup ya?” Gumam Gadis Bakso. Kamu bisa mendengar suaranya biarpun mulutnya mengatup  karena aslinya cerita ini adalah naskah FTV yang gagal dibuat. “Ah, kali aja warung bakso Pak Brewok buka. Ke sana ah.” Gadis Bakso melangkah dengan hati riang seperti raut mukanya yang selalu disetel ceria itu. Setibanya di depan warung bakso Pak Brewok, dia terdiam dan bermenung. Warung itu juga tutup.
Tiba-tiba...

Seseorang menabraknya. Gadis Bakso terdorong, ia terjerumus ke trotoar yang berlubang. Bajunya jadi belepotan air selokan yang mambu bukan kepalang.

“Aduuhh...eh, astaghfirullah...innalillah...” Gadis Bakso berusaha bangkit tapi selokannya lebih dalam dari tinggi tubuhnya.

Seorang yang menabraknya ternyata adalah seorang laki-laki berbadan tegar. Perawakannya bagai laki dari Bima, eh...maksudku seperti Bima karena dadanya lebat berbulu, tanda seorang lelaki jantan.

“Kamu diem di situ kok gak pake mata?!” hardik laki yang seperti Bima itu dengan nada tinggi. Dari dalam selokan Gadis Bakso hanya melihat siluet. Laki yang seperti Bima mengulurkan tangannya untuk menolong Gadis Bakso. Tapi Gadis Bakso tiada menyambut. “Kenapaa?!”

“Saya,...kita bukan muhrim...” Gadis Bakso menunduk.

Saat itu juga laki yang seperti Bima itu tertegun. Baru kali ini selama hidupnya ada gadis yang seperti ini. Sudah keadaannya terdesak tapi masih mampu menjaga diri. Laki yang seperti Bima itu segera memakai sarung tangan sepeda motor. Diulurkannya sekali lagi kedua tangannya. Kali ini tangannya disambut. Gadis Bakso pun diangkatnya keluar dari selokan. Seketika itu juga dia terpesona dengan wajah Gadis Bakso yang bermandi cahaya...meskipun bau selokan.

“Aku dikenal sebagai Pria Tongseng karena aku suka makan tongseng, siapa namamu? Sudah menikah belum?” nada suara laki yang mengaku bernama Pria Tongseng mendadak terdengar lunak nan lembut.

Pertanyaan yang serba ada apanya membuat Gadis Bakso bertingkah seperti kucing Persia dilempari ikan asin murahan, malu-malu tapi mual. “Nama saya Gadis Bakso, jangankan menikah...pacaran saja belum Mas...” jawab Gadis Bakso dengan nada getir.

“Jadi kamu Gadis Bakso yang terkenal itu?”

Gadis Bakso hanya mengangguk sambil menundukan pandangan mengulum senyum.
“Maaf tadi aku nabrak kamu.” Pria Tongseng menoleh, di dapatinya warung bakso Pak Brewok tutup. “Kamu lagi mau nyari bakso ya?”

Lagi Gadis Bakso hanya mengangguk sambil tetap menundukan pandangan mengulum senyum.

“Emang kamu belum dengar? Harga daging sapi kan lagi mahal. Mereka gak pada kuat beli daging sapi. Jadi semingguan ini mereka pakai daging tikus atau celeng atau semacamnya, aku gak yakin...karena ketahuan mereka pun digerebek warga.” Pria Tongseng mengatakan itu semua seolah tanpa dosa.

Demi mendengar kenyataan itu Gadis Bakso hanya menggeleng sambil tetap menunduk, tapi kali ini senyumnya pudar. Perutnya mendadak bergemuruh, gemuruh itu naik ke dada. Ia berusaha menahan gejolak itu tapi gagal, di tambah aroma selokan yang di sekujur bajunya kian tajam saja menusuk hidung. Jadilah ia menyemburkan muntahan mengeluarkan sisa-sisa bakso dari tiga hari lalu yang telah diolah dalam perut. Muntahan itu mengucur deras menyerbu dada bidang Si Pria Tongseng.

Kini giliran baju dada celana Pria Tongseng yang belepotan. Belepotan serpihan mungil bakso tiga hari lalu yang mendekam di usus Gadis Bakso. Ujudnya sudah kehijauan dan berlendir. Aromanya segar, khas muntahan yang diperam lama.

Sisa muntahan berwarna keputihan mengalir di sudut bibir Gadis Bakso. Dia bahkan tidak berusaha menyekanya. Pria Tongseng yang tadi niatnya mau mentraktir semangkuk tongseng pun jadi kehilangan selera. Tanpa berkata sepatah kutukan pun Pria Tongseng balik badan dan berlari sekencangnya menuju kosnya sambil berharap akan menabrak gadis lainnya, Gadis Soto, Gadis Gado-gado, atau Gadis Mi Afuy barangkali, kita tidak tahu pasti.

Demikianlah, mereka pun hidup menempuh jalan masing-masing dan bahagia selama-lama-lamanya. Mereka lalu berjalan menuju matahari tenggelam yang berwarna jingga dengan pasangannya masing-masing. Musik yang indah pun mengalun syahdu seiring tulisan SEKIAN yang muncul di layar komputermu. Petualangan Gadis Bakso (Insya Allah) masih akan berlanjut. Menjelajahi dan menyambangi setiap warung-warung bakso yang berdiri di dekat kos atau rumahmu. Nantikan hikayat Gadis Bakso #2.

...

Cerita ini fiktif belaka. Bila terdapat kemiripan dan kesamaan dengan orang-orang di kehidupan nyata di sekitar anda, hal tersebut (mungkin bukan) kebetulan semata wahai pembaca yang budiningsih.

Jino Jiwan

3 komentar:

yulrachmawati mengatakan...

ditunggu cerita gadis bakso berikutnya. Liat judulnya jadi merasa tersungging heu...

Aza Yaya mengatakan...

Hihihi... Tambahan satu cerita lagi, nih. Bagus banget, Mas Aji. Ini Dik Aza

jino jiwan mengatakan...

Bukannya merasa tersanjung to Yul?
Halo Dik Aza. Makasih sudah dipromosikan ya.