Sebelum Iblis Menjemput Versi Ringkas

23.08.00 jino jiwan 0 Comments

Di sebuah villa kuno RAY SAHETAPY duduk tepekur merenungkan nasibnya. Keuangannya tengah seret. Tapi itu tidak menghalanginya menampilkan kedalaman emosi hanya lewat ekspresi wajah minim dialog. Mungkin dia sedang galau mengapa sepanjang sisa durasi dia hanya boleh berakting tidur oleh SUTRADARA TIMO TJAHJANTO.

Tiba-tiba speaker bioskop digedor oleh Sutradara Timo.

Ray bangkit, buru-buru membukakan pintu. Dia terkesiap, penonton apalagi. Kita melihat “Si Ibu Pengabdi Setan KW3” berdiri di ambang pintu.

Ray Sahetapy : “Ib..Ibu? ….Ibu sudah bisa..”

Ibu Pengabdi Setan KW3: “Shhh…, saya bukan Ibu… panggil saja saya MAWARNI.

Mawarni masuk ke villa, mondar-mandir sebentar sebelum turun ruang bawah tanah.

Ray Sahetapy: “Ah ya, tentu saja. Tidak pernah ada sebelumnya film horor yang menampilkan ruang bawah tanah…”

Mawarni kemudian menaburkan serbuk kapur di lantai untuk menggambar…seperti sudah kamu duga, PENTAGRAM!, sambil merapal mantra yang didapat secara random oleh Sutradara Timo dari kamus bahasa latin koleksinya.

Lalu Iblis pun muncul atau…merasuk ke dalam Mawarni atau Iblis yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mawarni melayang satu meter dari lantai. Sejurus kemudian ribuan lembar seratus ribuan lawas berterbangan. Ray kelimpungan memungutinya.

Mawarni: “Ray Sahetapy, kamu bisa kayAAA rayAAA… tapi kamu harus menyediakan tumbAAAALLL.” (membuka mulut selebar kepala bayi).

Ray Sahetapy : “AstagAAA, mulutmu lebar betul.” 

Mawarni: “Ini belum seberapAAAAA… nanti kamu akan lihat lebih banyak mulut mengangAAAAA…HA HAHAHAAA…” (tertawa jahat tipikal antagonis).

gambar ini mungkin lebih menghantuimu daripada filmnya


Bertahun-tahun-tahun berikutnya. Ray Sahetapy menjadi pengusaha sukses dan tajir berat, dia menikah lagi dengan seorang artis bernama Karina Suwandi dan bercerai dari istri pertamanya, tapi kemudian jatuh bangkrut dan menderita sakit misterius. Kita tahu ini semua dari eksposisi berupa montase KLIPING KORAN. Ingat ya. Ini akan jadi poin penting.

CHELSEA ISLAN putri pertama Ray dari istri pertama datang ke rumah sakit menjenguk ayahnya yang terbaring koma di bangsal kelas 3.

Chelsea Islan: (berbisik) “Pak, Bapak sakit apa sih? Itu bentol-bentol di kulit kok kayak dibuat dari tepung kanji dan sagu mutiara?”

Tiba-tiba KARINA SUWANDI yang kita kenal lewat sinetron (komedi?) Warkop DKI 1990-an menendang pintu tanpa bisa menyembunyikan raut tipikal antagonis yang menunjukkan bahwa dia… adalah si antagonis?

Karina Suwandi: “Cih! Chelsea, kenapa juga namamu Chelsea? Itu kan nama klub bola.” (mendelik lalu meludahi seorang suster).

PEVITA PEARCE:“Iya, ngapain kamu di sini? Cuh!” (mengetapel cecak di dinding dengan karet gelang lalu menindihnya dengan kaki meja).

SAMO RAFAEL: “Mama udah deh, kamu juga Pev. Kita semua kan bersaudara. Ya kan? …Aku ini anaknya Ray Sahetapy juga kan? Haah?” (garuk-garuk kepala).

Pevita Pearce: “Eniwei, Chelsea. Biaya perawatan bapakmu ini tinggi sekali. Jadi kami mau menjual villa kuno yang sertifikatnya masih atas namamu.”

Chelsea Islan: “Kalau itu tidak cukup menunjukkan bahwa kalian orang jahatnya entah apa lagi.”

Malamnya, Chelsea Islan mimpi bertemu Ibu Mawarni (masih ingat kan?). Saat dia bangun dari mimpi buruk, di luar dugaan Ray Sahetapy jump scare dari komanya lalu MEMUNTAHKAN DARAH karena…ini filmnya Timo dan kita belum melihat darah dari tadi. Sutradara Timo pun memukul-mukul panci masak dengan gembira sembari bersembunyi di kolong dipan rumah sakit.



Besoknya Chelsea Islan memutuskan untuk mendatangi villa kuno nan angker, tempat yang sering dikunjungi Ray Sahetapy sebelum jatuh sakit. Karena… formula film horor memang mengharuskan begitu jadi kenapa tidak?

Maka berangkatlah dia menumpangi bus sejauh 66 km, ojek 6,6 km, dan berjalan kaki menembus hutan sejauh 6 km. Sorenya Chelsea sampai juga di villa bernomor 666.

Chelsea masuk lalu menekan saklar, dan LAMPU PUN MENYALA. Sungguh kebetulan! Villa yang sudah lama terbengkalai masih dialiri listrik! Mari berharap listrik ini akan berguna terhadap plot cerita. Bukan sekedar trik menakut-nakuti lewat ajep-ajep lampu nantinya…

Tiba-tiba Karina Suwandi dan anak-anaknya mendobrak pintu depan villa.

Karina Suwandi: “Ada Chelsea di sini rupanya.” (menyeringai dengan sudut mulut nyaris mencapai telinga). “Saya harap kamu tidak keberatan, kami mau…enggg…menginventarisir benda-benda yang ada di sini…demi biaya perawatan bapakmu.” (menangkapi lalat lalu menusukinya dengan jarum pentul).

Chelsea Islan: “Gak usah keliatan banget jahatnya napa sih? Ini tuh film, bukan sinetron. Dasar artis gadungan!”

Merasa disindir Karina Suwandi bangkit lalu MENGGAMPAR PIPI Chelsea. Chelsea sesenggukan menghambur ke bekas kamarnya yang anehnya perabotnya masih utuh setelah sekian tahun. Dia tengkurap di kasur bak remaja tengah putus cinta.

Samo Rafael kemudian mendatangi kamar Chelsea, membawakan dua tangkup sandwich.

Samo Rafael: “Maafin mamaku ya. Nih, makan dulu. Bisa jadi ini satu-satunya yang kita makan untuk 3 HARI KE DEPAN.”

Serius. Mereka cuma makan ini buat 3 hari(!)


Chelsea Islan: (mengambil sandwich dan mulai makan) “Jadi kamu love interestku?”

Samo Rafael: “Hei, kita ini saudara satu bapak! Gimana sih?”

Chelsea Islan : “Oh, shit.” (tepok jidat) “Kenapa tidak dijelaskan?”

Samo Rafael: “Kamu kan perempuan, harusnya pandai membaca kode.”

Chelsea Islan: “Omong-omong soal kode, tadi di lantai 2 aku lihat ceceran darah, kepala kambing terpenggal, dan sobekan kulit dan daging. Entah itu penting atau tidak…”

typical reference to demonic activity

Samo Rafael: “OOHHH… BIASA ITU. Kan sekarang masa-masa Hari Raya Korban…baidewey, tadi mama nyuruh aku MEMBONGKAR PINTU ke RUANG BAWAH TANAH yang  pintunya dibeton, disegel, digerendel, digembok, dan ditempeli jimat yang biasa untuk membekukan vampir di film-film hongkong 80-an…”

jimat sakti anti vampir...eh iblis

Chelsea Islan: “Hmm…biasanya karakter idiot dalam film horor sih matinya cepet…”

Samo Rafael: “Bicara soal idiot, bapak kita lebih idiot. Dia main pesugihan dengan iblis.”

Chelsea Islan: “Tapi bapak masih hidup, biarpun dia sempat muntah darah sampai 3 galon.”

Mawarni: “Haha, TIDAK LAGI! Kalian telah membebaskan aku dari ruang bawah tanah dan baru saja aku pergi ke rumah sakit untuk menggorok leher Ray lalu balik lagi ke sini. MATI KALIAN SEMUA!”

Mawarni menarik Karina Suwandi masuk ke ruang bawah tanah. Sutradara Timo menggebrak-gebrak meja dan lantai. Situasi kalang kabut tak karuan. Karina berusaha berpegangan pada gawangan pintu, tapi Timo memutuskan menyulap jemari Karina menjadi bubur kertas, darah pun menyembur. Samo, Chelsea, dan oh, Pevita berusaha menolong tapi sia-sia. Karina pun berubah menjadi…ZOMBIE!

ZOMBIE KARINA menerjang mereka semua dengan ganas. Karena sudah belajar bagaimana membasmi zombie dari puluhan film Hollywood, Chelsea MENGHAJAR JIDAT Zombie Karina dengan sebongkah MARTIL dan seharusnya meninggalkan trauma di mata anak-anak Karina tapi nyatanya tidak. Zombie Karina lalu kabur dari villa setelah menggigit tangan Pevita Pearce.

Pevita Pearce: “Oh, tidak. Aku terinfeksi virus zombie. Cepat tembak kepalaku!”

Samo Rafael: “Tenang Pev, Mama bukan zombie. Itu cuma obsesi gak kesampaian Sutradara Timo yang gagal terus bikin film zombie.”

Chelsea Islan: “Di sini gak ada obat-obatan. Tapi 60 km dari sini ada rumah penduduk. Biar aku antar Pevita ke sana, sekarang juga, malam-malam begini, di tengah badai hujan, tanpa payung dan mantol. Kita gak bisa pakai mobil kalian karena mesinnya dirusak Zombie Karina, jadi kita jalan kaki.”

Samo Rafael: “Ide bagus! Biar aku duduk manis di sini nunggu di villa.”

Pevita Pearce: “Kamu gak cuma nunggu di villa, kamu nemenin adik kecil kita.”

Hadijah Shahab: “ehm ehm”

Samo Rafael: “Oh shit, kita masih punya adik lagi?”

Chelsea Islan: “Keluarga besar yang aneh.”



Berbekal sebilah senter dan sebongkah martil, Chelsea dan Pevita meninggalkan villa, namun belum berapa jauh Zombie Karina berkelebat. Mereka, tidak seperti karakter dalam cerita horor pada umumnya, memutuskan ini saat yang tepat untuk BERPENCAR!

Entah bagaimana Pevita merasa itu adalah saat yang tepat untuk membongkar isi tas Chelsea yang berisi… ALBUM KLIPING KORAN tentang keluarga mereka. Ingat montase kliping koran di awal? Pembuatnya ternyata adalah Si Chelsea. Ini membuat Pevita marah dan curiga atas motivasi Chelsea sebenarnya.

Pevita Pearce: “Jadi selama ini kamu memata-matai kami!?”

Chelsea Islan: “Bukan…, itu cuma…Pe’er-ku waktu masih SD.”

Pevita melesat ke tengah hutan. Bukannya memberitahu kedua adiknya yang ada di villa soal album kliping korannya Chelsea…dia ingin menyampaikan ini lebih dulu kepada ibunya yang…sudah berubah jadi zombie (hah?). Dia diterkam oleh Zombie Karina.

Zombie Karina: “ACCCKKKK….!!!!”

Pevita Pearce: “MamAAA…ini aku MAAA!”

Zombie Karina: “ACCCKKKK….!!!!”

Pevita Pearce: “Well, Shit”

Pevita terpaksa mengayunkan martil berkali-kali ke apalagi jika bukan jidat lebar Zombie Karina. Darah muncrat-muncrat dan Sutradara Timo dengan sengaja mengulurkan wajahnya agar kecipratan darahnya Zombie Karina.

Zombie Karina: “Kenapa pula Sutradara Timo seperti membenci jidatku…ACCKK?”

Zombie Karina pun tutup usia dengan laknatnya seperti dia menutup mulutnya, namun tiba-tiba Mawarni muncul di hadapan Pevita.

Mawarni: “PevitAAA…jadilAAAHH…budaaAAAKKUU…”

Pevita Pearce: “Oke, tapi aku tidak mau kalau disuruh mangap mangap.”

Mawarni: “Tidak bisAAAA harus mangAAAPPP…”

Pevita Pearce: “Oh, baikLAAAAHHH…” (membuka mulut selebarnya)



Sementara itu Chelsea kembali ke dalam villa.

Chelsea Islan: “Samo, Si Pevita lari ke hutan setelah melihat album kliping koranku ini.”

Samo Rafael: “Oh…OKE.”

Chelsea Islan: “Kamu gak marah dan takut?”

Samo Rafael: “Enggak, tadi aku ngeliat kepala mamaku dibacok pake martil, santai aja.”

Hadijah Shahab: “Tadi aku tidur sendirian dan diganggu sama jump scare Mawarni.” (dicuekin keduanya)

Chelsea Islan: “Sekarang apa yang kita lakukan?”

Samo Rafael: “Kita tunggu sampai pagi.”

Pagi pun datang.

Chelsea Islan: “Sekarang apa yang kita lakukan?”

Samo Rafael: “Kita tunggu sampai malam.”

Malam pun datang.

tunggulah...lumayan buat manjangin durasi

Chelsea Islan: “Sekarang apa yang kita lakukan?”

Samo Rafael: “Kita tunggu sampai…plotnya jalan.”

Pevita Pearce: “KejutaAAAANN.” (tiba-tiba muncul dari sudut kamera)

Chelsea Islan: “Jelas kejutan karena kamu butuh sehari semalam cuma untuk balik ke sini.”

Pevita Pearce: “Diam, aku adalah abdinya Mawarni. Aku punya boneka voodoo yang mewakili kalian semua.” (mengeluarkan boneka voodoo yang bentuknya mirip Samo Rafael)

Pevita kemudian menarik kepala boneka Samo hingga putus.

Samo Rafael: “Ohh, tidak tidak. Aku adalah satu-satunya laki-laki tersisa di film in…” (lehernya tercabut dari pundak!).

Sembilan galon darah kehitaman mengocor dari leher Samo.

Sutradara Timo: “Sorry, warna darahnya agak gelap. Sisa dari film Headshot belum habis. Hahaha.”

Pevita Pearce: “Sekarang giliranmu Chelsea, tapi…tidak secepat itu. Aku akan menyiksamu lebih dulu, dimulai dari memuntir kakimu pelan-pelan.” (memelintir kaki boneka voodoo  Chelsea ke arah belakang).

Kaki Chelsea Islan-pun terpelintir ke belakang. Sehingga dia jadi cacat permanen.

Pecita Pearce: “Hmm, apalagi ya? Oh iya! Kita lanjutkan dengan ngobrol dari jarak dekat, supaya kamu dapat kesempatan mencuri boneka voodoo yang mewakili diriku yang kubawa-bawa ini, bukannya ku amankan di suatu tempat. Ayo silakan ambil.”

Chelsea Islan: “Makasih Lol!” (merenggut boneka voodoonya Pevita dan langsung memelintir lehernya)

Pevita Pierced: “Ah iya, karakter idiot bakal cepet mat…” (tewas dengan leher patah)

Chelsea Islan merangkak meraih boneka voodoonya. Dia memuntir balik kaki boneka voodoonya yang sebelumnya patah sehingga sekarang kakinya baik-baik saja, karena begitulah cara kerja tubuh manusia.

Chelsea tersenyum lega tapi, sudah berakhirkah film ini? BELUM! Mawarni muncul di depannya.

Mawarni: “HAHAHA, masih ada aku!!!”

Chelsea Islan: “Astaga kamu lagi?”

Mawarni: “Apa kamu tidak baca review film ini yang bilang bahwa teror terjadi tanpa jeda? Matilah kau!”

Tanah yang dipijak Chelsea runtuh membentuk liang lahat, menguburnya hidup-hidup. Namun Chelsea lantas meloncat ke MESIN WAKTU menuju ke MASA LALU dan melihat penjelasan yang sesungguhnya atas segala jump scare non sense yang menerpa penonton sejak permulaan.

Kita kembali ke adegan di kala Ray Sahetapy memunguti uang pesugihan pemberian Mawarni.
Mawarni: “Ingat Ray, kalau mau kaya sediakan tumbal…yaitu orang terdekatmu!”

Ray Sahetapy: “Orang TERDEKATKU saat ini adalah KAMU. Kalau begitu kamulah tumbalnya!!!” (Ray mengayunkan sekop ke kepala Mawarni, Mawarni ambruk) “Weh, semudah itu ternyata mengalahkan utusan iblis.”

Mawarni tewas, namun dia sempat menjatuhkan kutukan kematian kepada Ray Sahetapy dan keluarganya dengan memakan sejumput RAMBUT RAY. Ray kemudian mengubur Mawarni di ruang bahwa tanah lalu menyegel pintunya. Chelsea lalu meloncat kembali ke masa kini.

Chelsea Islan: “Apa penonton tidak akan diberi penjelasan, apa yang barusan kualami tadi? Apa aku punya kekuatan super yang bisa melihat masa lalu. Enggak?”

Sutradara Timo: “Lakukan saja apa yang ada di skrip.” (menuding sekop)

Chelsea kemudian menggali tanah di ruang bawah tanah dan menemukan mayat Mawarni. Dia merobek leher mayat itu, menemukan rambut Ray yang membawa kutukan, dan secara intuitif membakarnya, seolah tahu bahwa begitulah cara membatalkan kutukan. Secara mengejutkan cara ini berhasil. Mawarni pun lenyap.

Chelsea dengan sok tertatih keluar dari ruang bawah tanah. Hadijah Shahab menyambutnya.

Chelsea Islan: “Loh, kamu masih hidup. Dari mana aja tadi?”

Hadijah Shahab: …

Chelsea Islan: “Kamu yakin mau pergi bareng orang yang membelah kepala ibumu dan sudah membunuh kakakmu, saudara tiriku sendiri?”

Hadijah Shahab: (angkat bahu seolah mengatakan “whatever”)

Chelsea Islan: (angkat bahu juga tanda minta pendapat penonton)

Matahari bersinar, mereka berdua keluar dari villa. Lampu bioskop menyala, penonton keluar dari teater…sambil berusaha mengingat-ingat kira-kira apa yang layak diingat dari film ini? Apa ya? (hmm…mikir).

Zaappp, pindah tempat dalam sekejab ke masa lalu dan meminta diri sendiri supaya tidak nonton ini film.

0 komentar: