Tren White Coffee, Apa sih White Coffee itu?
Belakangan ini white coffee mendadak menjadi tren.
Pabrikan kopi di Indonesia berlomba meluncurkan produk white coffee ke pasaran, termasuk dari dua produsen besar pemilik
merek Kopiko dan Kapal Api. Menurut klaim di iklannya, kopi putih ini baik untuk
lambung; rendah asam, gak bikin deg-degan, dsb. Tapi memang begitulah tabiat
produsen, tukang membuat sensasi, tukang bikin tren. Tulisan ini bukan mau
mencaci benar tidaknya klaim tersebut, karena bukan wilayahku juga. Satu yang perlu
ditonjolkan dalam tren ini adalah bahwa segala yang dijual sebagai produk untuk
kesehatan, termasuk makanan dan minuman, termasuk tentu saja kopi, hampir pasti
akan meraih perhatian khalayak, iya kan? Sama halnya dengan tren minuman teh
hijau botolan. Kalian bisa menemukan barangkali belasan merek di toko terdekat.
Produk kopi putih ini tak luput dari tuduhan tersebut.
sumber gambar : es.123rf.com |
Jika ditengok pada
komposisi dalam kemasan-kemasan kopi putih di pasaran yang tertera hanyalah:
kopi instan, gula, krimer nabati atau susu skim. Ini artinya sama saja dong seperti
kopi 3 in 1 dalam kemasan baik instan
maupun kopi-berampas yang mudah dijumpai di manapun. Jadi sebenarnya patut
dipertanyakan. Apakah perbedaan kopi putih dengan kopi susu hanya dari segi
komposisi, dimana kandungan kopinya lebih sedikit dari pada krimer atau susu? Apa
itu sebabnya kopi-kopi putih ini perlu tambahan perisa kopi? Toh, seduhannya
juga sama-sama kecoklatan, persis seperti kopi krimer atau kopi susu pada
umumnya.
Dari penelusuran lebih
lanjut, ternyata istilah white coffee
memiliki variasi makna. Di Amerika Serikat white
coffee digunakan untuk menyebut kopi yang warnanya tidak sepekat kopi biasa
dengan cara menambahkan lightener ke
dalamnya, seperti susu atau krimer. Ada istilah lain, flat white yang berasal dari Australia dan Selandia Baru,
sebutannya berasal dari Sydney, berupa kopi espresso
yang ke dalamnya ditambahkan foam susu
steam tanpa busa. Katanya sih sama
kaya latte, tapi lapisan susunya
lebih tipis, maka itu disebut flat, beda
dengan cappuccino yang ber-foam tebal.
Satu versi lain
menyebutkan kopi putih ini—yang konon berasal dari kota Ipoh, Malaysia—memang kopi
yang cara pemanggangannya tidak sama dengan kopi reguler, lebih lama durasinya dengan
suhu rendah (ada sumber yang mengatakan durasinya justru singkat).
Pemanggangannya hanya memakai tambahan margarin tanpa ditambah gula
(menghindari karamelisasi). Karena itu warna yang dihasilkan tidak sepekat kopi
reguler yang cenderung cokelat kehitaman. Cara pemanggangan ini membuat biji
kopi berwarna kuning-kecoklatan, (jadi benar lah dugaanku di awal). Kadar
kafeinnya juga lebih tinggi, karena kadar kafein justru makin berkurang seiring
tingginya suhu pemanggangan, namun katanya kandungan kafein justru bergantung
pada jenis biji kopi bukan pada proses pengolahan.
Nah, sekarang mungkin
tugasnya para peneliti, ilmuwan, untuk mengecek kebenaran soal “rendah kafein”
atau “low acid”, sebagaimana klaim
masing-masing merek.
Sumber data dicomot dari sini dan sana:
coffeefaq.com ; ehow.com ; en.wikipedia.org ; fivesenses.com.au ; hindustantimes.com
; nymag.com ; wisegeek.com
0 komentar:
Posting Komentar