Dosen kok Suruh Ngurus Absensi

16.10.00 jino jiwan 0 Comments

Adalah sebuah pengetahuan umum, tugas dosen adalah melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi: pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Satu lagi disebut penunjang yang berkutat biasanya pada kepanitiaan yang sudah pasti tidak bisa terhindar darinya.

Yang mengherankan di kampus tempatku 'macul wakul' ini, para dosen masih disuruh presensi dua kali: pagi (masuk) dan sore (pulang). Presensi ini digunakan sebagai patokan seberapa besar uang makan/minum (mamin) harian yang diperoleh dosen. Seharinya sekira Rp37ribu (disetarakan dengan PNS, walau tidak berstatus PNS--untuk ini aku bersyukur). Tapi belakangan presensi semakin diketatkan. Jika melebih jam masuk yang 7:30 ini maka secara otomatis, dosen tersebut tidak akan mendapatkan uang mamin (gaji dosen tanpa adanya uang mamin bakal di bawah UMR). Sambil di sisi lain, luaran Tridharma juga masih dituntut. Dosen yang notabene garda terdepan Perguruan Tinggi disuruh tertib masuk-keluar. Jika ingin berkegiaran di luar, maka wajib mengurus/mengajukan Surat Tugas (ST) dan Surat Perjalanan Dinas (SPD).

Masalahnya pengurusan ST dan SPD adalah hal yang sangat administratif dan birokratif dan juga kerap berubah-ubah semaunya para pejabat Dekanat. Alurnya seolah sengaja dibuat rumit. Seolah kami ini--para dosen--gemar berdusta soal kegiatan Tridharmanya. Misalnya: kegiatan yang diajukan tidak boleh melebihi bulan di mana kegiatan tersebut dilaksanakan, dengan alasan nomor ST terbatas. Padahal kalau kegiatan dosen ada banyak, fakultas ikut diuntungkan karena pasti remunerasi para pejabatnya bakal ikutan meroket (lucunya/ajaibnya ST seakan-akan turun jauh di tanggal sebelum ST diajukan. Misalnya kami mengajukan kegiatan pengabdian masyarakat pada 10 September, maka nanti ST (paling cepat) baru kami terima pada 20 September namun bertanggal 31 Agustus).

Nah, sambatan ku kali ini berkaitan dengan hal-hal di atas.   

Alkisruh pada pekan keempat Agustus 2023, para dosen PNS di kampus ini mendapat surat teguran tentang alpha/mangkir kerja. Yang mengejutkan beberapa nama bisa dianggap alpha hingga mencapai >100 hari. Para dosen yang disurati diminta mengisi surat pernyataan menerima/tidak menerima temuan ini dan jika menerima maka harus mau diberi sanksi: teguran, pemotongan tunjangan, sampai pemecatan. Untuk mencegah itu terjadi maka dosen-dosen yang disebut namanya harus menyediakan bukti-bukti berupa ST dan SPD di hari-hari ybs. dihitung alpha. Tentu saja ini bikin dosen-dosen satu kampus gerah, heboh, dan panas.  

Daftar nama dosen PNS yang dituduh alpha 

Yang memanggil adalah Satuan Pengawas Internal (SPI) kampus kepada dosen-dosen yang lucunya beberapa nama anggotanya masuk juga di dalam daftar "merah" ini. Di mana awalnya ada temuan dari Irjen mengenai ketidaksinkronan antara ajuan uang mamin ke Pusat dengan rekap kehadiran dosen. Rumornya ajuan mamin dari kampus selalu full 100%, tapi kemudian Irjen mempertanyakan sistem masuk dosen, yang mana lantas ditunjukkanlah peraturan masuk-keluar dua kali pagi-sore, yang ketika ditelusuri ada banyak "kebolongan" pada presensi dosen, yang sebenarnya awalnya sudah dipertanyakan oleh Irjen: "ini dosen-dosen sama sekali tidak pernah ada dinas, kah? kok ajuan mamin selalu penuh?" Dan terjadilah peristiwa pemanggilan terhadap nama-nama dosen sekampus untuk mempersiapkan bukti atau siap menerima sanksi.

Setelah ditelisik lagi. Jumlah alpha bisa sedemikian besar adalah karena: 1) bagian Tata Usaha (TU) di masing-masing fakultas tidak pernah mengoreksi ke-alpha-an dosen menjadi "D" (dinas) ketika dosennya memang sedang berdinas keluar kampus (penelitian atau pengabdian masyarakat). Sementara konyolnya adalah seluruh ST dan SPD yang mengeluarkan ya mana lagi jika bukan TU sendiri. Dan 2) beberapa nama dosen PNS yang dicantumkan di situ dihitung masuk mulai awal Januari 2022 (rekrutan CPNS 2021), di saat sebetulnya TMT (Terhitung Mulai Tanggal) masuknya adalah Maret 2022. Sehingga coba dihitung saja seandainya setiap bulan, mulai Januari-Februari harusnya masuk ya ketemu paling tidak: 40 hari kerja yang konyolnya kan tidak digaji juga. Entah keteledoran dari mana pihak mana data seperti ini bisa luput dari penghitungan.

Yang disayangkan adalah, mengapa data yang masih mentah tersebut dilaporkan begitu saja ke Pusat tanpa dilakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan para dosen yang namanya disebut/dianggap mbalelo? SPI seharusnya menjadi benteng terakhir dari kinerja kampus (terutama dosennya sendiri) di saat pihak Dekanat juga tampak sibuk cuci tangan sendiri dan membela pihak TU yang sangat pasif, tidak ikut membela dosen-dosen yang sudah bekerja demi kocek remunerasi mereka yang besarannya mencapai dua digit itu. Mereka malah asyik menjejalkan peraturan-peraturan PNS serta sanksi-sanksi yang menanti.

Pertanyaannya, mau sampai kapan ini dibiarkan berlangsung?!!

0 komentar: