Menanti Vonis Genose di Stasiun (Maret 2021)
Setelah dua bulan lebih tidak bolak-balik Jogja-Surabaya untuk piket ke kampus sejak Desember 2020, Maret itu aku harus ke Kota Pahlawan. Sebagai salah seorang anggota akreditasi internasional untuk prodi tempatku bernaung, tentu aku harus siap kalau diundang mengikuti workshop. Lagipula acaranya di hotel, yang ketika kuceritakan ke istri malah membuatnya ingin ikut serta, mumpung boleh mengajak keluarga pula. Sayangnya karena biayanya bakal sangat membengkak aku tidak mengajak dia ikut.
Bayangkan saja satu tiket keberangkatan kereta ekonomi premium setidaknya Rp 180 ribuan, yang kelas eksekutif Rp. 250 ribuan. Dikalikan dua bolak balik sudah hampir sejuta. Belum lagi biaya tes rapid khusus penumpang kereta mencapai Rp.80 ribu. Kalikan dua sudah hampir dapat satu tiket kereta. Tapi sejak akhir tahun--biar mengurangi penyebaran Coivd-19--tes rapid sudah ditiadakan, karena dinilai kurang akurat, berganti menjadi tes rapid antigen yang konon lebih akurat, sekurangnya seharga Rp. 105 ribu.
Bagusnya, ada alternatif lain: tes genose (cara bacanya yang benar apa sih? ge-nos, ge-no-se, ji-nos), seharga Rp. 20 ribu saja. Murah ya kalau dibandingkan tes lainnya. Tidak mengherankan kalau peminatnya buanyaak. Tes hembus napas ini diklaim lebih akurat, meskipun artikel yang meragukannya pun bertebaran di internet. Dan sebagai seorang calon penumpang aku...tidak ambil pusing, yang penting bisa sampai di lokasi dengan naik kereta (transportasi darat paling nyaman dan cepat sejauh ini). Aku cuma memastikan bahwa aku mengikuti prosedur tes genose yaitu tidak makan dan minum apapun setengah jam sebelum menjalani tes.
Sore itu aku datang ke stasun Yogyakarta (stasiun Tugu) jam 4 sore lebih dan antrian para pengantri tes genosenya Masya Allah Astaghfirullah. Luar biasa. Mungkin juga karena bertepatan dengan Isra Miraj, penumpang dan calon penumpang kereta tumben membludak. Ditiadakannya cuti bersama pada Jumat keesokannya sepertinya tidak berpengaruh besar.
antrian para penggemar Jogja yang hendak kembali ke daerahnya. |
Jadi yang pertama aku lakukan adalah bertanya ke satpam tentang cara tes genose. Selanjutnya setelah diberi penjelasan, tinggal mendaftar ke bilik pendaftaran, mengisi nama dan kode booking tiket di selembar label stiker (seperti yang biasa ditempelkan pada undangan), membayar Rp. 20 ribu, diberi sebungkus plastik berisi kantong plastik dengan tempelan stiker dengan namaku tadi dan lalu.. menunggu.
Penampakan kantong plastik berisi kantong napas yang tidak boleh dipakai jika sudah rusak (ironisnya kantong ini sudah dibuka oleh petugas untuk menempelkan nama kita) |
dan menunggu...
menunggu...
lalu menunggu...
Ku menunggu kau memeriksa napasku |
As you see here are the genose enthusiasts circa 2021 |
menunggu hasil sembur napasku itu...
lalu ku menunggu masih menunggumu...
tetap menunggu...
masih menunggu..
hingga...
Namaku dipanggil...
dengan penuh suka cita aku menerimanya dan merasa lega bak orang baru saja lulus tes maha berat atau bagai menanti vonis dari suatu maha otoritas atas keberlanjutan hidupku: hasilnya negatif sodara-sodara. Tidak pernah sebelumnya sesuatu yang negatif sebegini menyenangkan. Total waktu yang kuperlukan untuk tes genose adalah 50 menit. Antrinya itu yang bikin lama. Tidak heran jika tes rapid antigen juga disediakan sebagai salah satu opsi bagi penumpang kereta yang butuh hasil cepat atau jadwal keberangkatan keretanya sudah mepet.
yes, it's fully censored! And it's still valid until March 13th. |
Maka sukseslah dini harinya aku berangkat ke Surabaya dan sukses juga sekembalinya ke Jogja sehari kemudian dengan selamat sentausa, kembali ke pelukan istri tercinta terempuk.
0 komentar:
Posting Komentar