Membaca Perangko Muhammadiyah Bagian 1
Ketikan ini adalah bagian dari tugas Mata Kuliah Kajian Media, pada prodi Desain Komunikasi Visual. Institut Seni Indonesia Yogyakarta, tahun 2011. Awalnya tugas ini dimaksudkan untuk studi ikonografis namun beralih menjadi pelacakan tanda visual.
Perangko 1 abad Muhammadiyah |
Seperti perangko kategori non definitif lainnya; perangko istimewa(perangko yang bermaksud menarik perhatian masyarakat akan kegiatan pemerintah nasional maupun internasional) dan perangko amal (ditujukan untuk penghimpunan dana), perangko peringatan juga dibatasi masa jual dan pemakaiannya. Pemilihan tema dan desain dari ketiga kategori perangko ini yaitu perangko peringatan, istimewa, dan amal tidak sembarangan dan memiliki pertimbangan tertentu. Perangko 1 Abad Muhammadiyah yang menampilkan tiga desain/gambar berbeda; Masjid Kauman Yogyakarta, K.H. Ahmad Dahlan, dan gambar sarjana dan gedung kampusnya tentu mempunyai makna dan sebab khusus yang membuat mereka sebegitu pentingnya untuk diangkat ke dalam media perangko.
Berikut ditampilkan penelitian pelacakan tanda visual untuk perangko pertama dari perangko 1 Abad Muhammadiyah bergambar Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta.
Perangko bergambar Masjid Kauman Yogyakarta |
Masjid merupakan tempat ibadah, tempat manusia membangun hubungan dengan TuhanNya, pusat dakwah, juga tempat silaturahim antar sesama umat islam. Masjid Kauman yang telah melalui sejarah panjang dipilih karena mewakili semangat lintas zaman Muhammadiyah yang sanggup menembus hingga kehidupan modern.
Di masjid ini Dahlan memulai perjalanan dakwah memurnikan kembali ajaran islam yang saat itu sangat dipenuhi klenik. Diawali dari terpilihnya Dahlan sebagai Khotib Amin menggantikan ayahnya K.H. Abu Bakar yang wafat pada 1896. Selaku Khotib Amin, Dahlan mendapat tugas untuk berkhutbah setiap sholat Jumat secara bergantian serta menjadi anggota penasihat agama islam di Keraton. Di masjid ini pula Dahlan mendiskusikan pengoreksian arah kiblat dengan kalangan ulama pemegang adat yang konservatif. Maksud baiknya meluruskan arah kiblat Masjid Gedhe agar mengarah ke Ka’bah ditolak, namun diluar dugaan malah memicu peristiwa pembubuhan garis kapur misterius sesuai arah kiblat yang dilakukan para pendukung Dahlan.
Masjid Kauman Agustus 2010 |
Salah satu yang paling menonjol dari penampilan perangko nomor seri 1 ini adalah latar langit di belakang-atas masjid. Gambar langit pada perangko terlihat bersih dan indah. Bersih dari ‘objek pengganggu’ yang aslinya dapat dilihat pada foto berikut, dan indah karena penampakan langit tidak pernah semenarik seperti dilukiskan dalam perangko.
Foto bersumber dari internet di samping diambil pada Agustus 2010, menunjukkan perbedaan signifikan antara foto dengan gambar pada perangko Muktamar Muhammadiyah seri 1. Yang paling kentara tentu saja penghilangan objek tiang pemasang pemberitahuan/iklan dan lampunya serta pohon di belakang atap masjid sebelah kiri.
Penghilangan sejumlah objek tersebut tentu bukan tanpa alasan. Tampaknya hal ini disengaja demi kepentingan estetika, demi menjaga fokus perhatian pada sosok masjid bersejarah ini, sekaligus menampilkan suasana latar langit masjid yang dramatis.
Selain dari sisi estetis, ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan. Secara geografis letak Indonesia berada di tenggara Arab Saudi, dimana kiblat berada sehingga masjid-masjid di Indonesia akan mengarah ke barat laut/barat. Ini membuat kebanyakan pintu utama/gapura masjid (yang sering memiliki ciri fisik khas) berada di sebelah timur. Maka tidak ada pilihan selain mengambil gambar dari sisi timur masjid untuk menampilkan identitas khas masjid, yang berdampak pada munculnya langit bagian barat sebagai latar belakang. Ini adalah alasan kedua mengapa langit senja yang dijadikan sebagai latar masjid. Secara estetis langit pagi tidak akan menarik jika direkam dari sisi baratnya. Ini disebabkan matahari yang terbit dari timur akan membuat langit pagi di sudut barat terlihat lebih gelap.
Dikisahkan juga bahwa sepulang dari ibadah haji pada 1889, Dahlan ditugaskan oleh ayahnya mengajar mengaji murid-murid ayahnya setelah waktu sholat maghrib dan isya. Ini dapat pula menjadi alasan lain dimana Dahlan di waktu menjelang senja hari, Dahlan sedang bersiap memulai awal perjuangannya dalam pemurnian syariah islam.
Alasan lain dipilihnya waktu sore jelang petang adalah Muhammadiyah telah mencapai masa kematangan organisasi jauh melintasi masa awal pendirian yang diasosiasikan sebagai pagi hari. Logo Muhammadiyah di sisi kiri atas masjid dianalogikan sebagai matahari. Bukan berarti bahwa akan segera terbenam lalu padam. Namun logo ber’matahari’ ini akan terus menyinari Masjid Gedhe yang amat berperan dalam fase awal berdirinya Muhammadiyah.
Bersambung ke Bagian Dua
Untuk membaca artikel di jurnal DeKaVe klik di sini.
Penelitian dan Pengetikan Oleh Jino Jiwan
Sumber: dijahit dari berbagai sumber di internet dan buku.
Nashir, Haedar, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010.
Soerjono, Filateli Dunia Penuh Warna, Jakarta: PT Pos Indonesia, 2009.
antaranews.com []corlena.wordpress.com [] id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah [] lazismu.org/muhammadiyah-corner [] muhammadiyah.or.id [] oase.kompas.com [] pda-id.org/library [] publikasi.umy.ac.id/index.php/hukum/article/viewFile/1736/187 [] republika.co.id [] suaramerdeka.com [] tempointeraktif.com [] umj.ac.id [] umm.ac.id [] umy.ac.id
2 komentar:
Halo...mampir ya di blog Anda...saya suka mengamati desain grafis jd saya suka blog Anda...
Amati juga bagaimana misalnya logo 50 tahun suatu Universitas dieksplorasi...misalnya logo 50 tahun UI...sukses ya utk blognya...
Baik, saya akan coba untuk mengamati sejumlah logo yang anda sebut.
Terimakasih ya atas kunjungan baliknya.
Posting Komentar