Seberapa Perlu Hukuman Mati?
Tampaknya kata hukuman mati masih laku dicetuskan sebagai the ultimate punishment ever known nowadays.
Tapi pertanyaan sesungguhnya mengenai perlukah hukuman mati diterapkan buat tindakan
yang saat ini dianggap kejahatan besar terhadap manusia: korupsi, terorisme, pengedar/pembuat
narkoba, dan kekerasan seksual/perkosaan, tak pernah dipertanyakan.
Argumen dari para pendukungnya selalu berkisar pada
pemberian efek jera. Meskipun aku
tidak mengerti bagaimana bisa seseorang menjadi jera setelah dia dihukum mati? Kan
sudah mati, gimana mau jera? Jadi yang tepat adalah pemberian efek takut akan kematian dan cinta pada
kehidupan (makanya seorang diharapkan tidak akan mencoba melakukan kejahatan), bahkan
efek mengasihi sesama yang diharapkan muncul belakangan setelahnya pun kabur
bin samar. Yang mana agaknya ini bukan sesuatu yang diingini oleh para
religiawan (bukan?) yang selalu mengatakan kita
tidak boleh takut mati karena pasti terjadi dan hanya soal waktu (begitu kata
Bimbo). Lagipula khusus untuk pelaku terorisme berkedok agama sudah pasti
adalah orang yang sudah siap mati. Maksudku, memberi hukuman mati kepada
teroris menjadi sesuatu yang sia-sia, karena kematian itu sudah masuk agenda
mereka.
Masalah pertama
dari hukuman mati adalah statusnya. Apa
bedanya hukuman mati dengan pembunuhan? Bukankah hukuman mati pada dasarnya
pembunuhan juga, hanya saja dilegalkan atas nama hukum?
Kedua, perlukah dibuat pembedaan proses hukuman mati untuk kejahatan berbeda hanya demi
mengejar efek horornya yang mana berkaitan dengan pemberian efek takut tadi?
Perlukah terpidana korupsi dihukum mati dengan cara berbeda? Ini sekedar ide
sih. Agak gila tapi bagiku kreatif. Misalnya si koruptor digantung pada
tangannya lalu pada kakinya diikat sebuah tank
yang disesuaikan dengan jumlah korupsinya. Kemudian seperti orang yang dihukum
gantung pada umumnya, di bawah tank sudah disiapkan pintu jebakan yang ketika
dibuka tank akan meluncur ke bawah. Si koruptor akan mati kehabisan darah
setelah tangan atau kakinya putus (jika tidak segera ditolong, ATAU haruskah
dia ditolong?). Gimana? Cukup gory
bukan? Lumayan horor kan? Sudah takut korupsi belum?
crippled batman |
Atau bagaimana jika pelaku kekerasan seksual (perkosaan, dll.)
dihukum penggal kelamin alias kebiri? Bagiku kebiri sendiri sejatinya merestui dendam
kesumat yang tersimpan bagai bara dalam sekam dari struktur dan peran masyarakat
yang senantiasa dibiarkan lalu diawetkan sebagai oposisi biner: laki-laki//perempuan.
Kenapa? Karena kebiri mengandaikan pelakunya hanya laki-laki dan hanya
laki-laki sementara korbannya hanya perempuan dan hanya perempuan. Bagaimana jika
pelaku kekerasan seksual adalah perempuan? Apanya yang mau dikebiri? Kebiri juga
mengandaikan persetujuan atas mitos bahwa laki-laki memikirkan dan selalu menikmati
seks sementara perempuan…
pisang yang buluk dan tak menarik (lagi) |
Ketiga, siapa yang akan melakukan hukuman mati
jika tidak ada algojo(eksekutor)nya atau tidak ada yang mau jadi algojo? Sebelum
anda bilang tidak mungkin, aku bilang
bayangkan saja sebuah keadaan di mana segenap algojo yang kita punya sedang
terserang demam plus diare akut. Aku ingin tanya buat para pendukung hukuman
mati, maukah anda menjadi orang yang mengeksekusi terpidana dengan tangan atau
kaki (atau apapun) anda sendiri? Dan tidak usah memberiku omong kosong soal jika memang sudah tugas dan kewajiban maka
saya akan lakukan, karena jika seorang punya pilihan maka pasti saat ini
tidak ada yang mau melakukan pekerjaan mengerikan, melukai tubuh/mengambil
hidup orang lain biarpun legal dan dibayar untuk itu kecuali untuk alasan
hegemonik, misal: yang percaya bahwa menjadi algojo adalah bagian dari ibadah.
Bayangkan kini di hadapan anda sudah terikat pasrah
terpidana mati dan di tangan anda ada sebuah senapan berisi peluru. Maukah anda
menekan pelatuk ke arah jantung atau bahkan pelipis terpidana? Kecuali anda
punya kecenderungan sakit jiwa, sudah biasa membunuh, terbakar dendam karena korban
adalah kerabat anda, pastilah menolak.
Terakhir, kenapa orang yang menolak hukuman mati
dianggap pengecut, tidak tegas, dan dituduh mendukung kejahatan atau bahkan
disangka akan melakukan kejahatan itu? Tidakkah ada argumen balik yang lebih
valid? Tidakkah rangkaian kata yang anda baca ini bisa dimaknai sebagai sebuah langkah
yang berani?
0 komentar:
Posting Komentar