Musik Digital Tidak Perlu Dilawan

19.57.00 jino jiwan 1 Comments

Pembajakan musik berbeda dengan karya seni rupa atau tulisan. Musik digital adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Ia adalah bagian dari kemajuan teknologi. Bayangkan saja, sebelum ada alat perekam, jika mau mendengar musik harus datang langsung ke konsernya si musisi. Adalah sungguh aneh jika ada yang berusaha mati-matian melawan teknologi, karena yang bisa dilakukan terhadap teknologi adalah berdamai dengannya.

Penjualan musik fisik bagaimanapun bisa dibilang telah lama tewas. Mau jualan apa? Kaset? Riwayatnya bisa dibilang mulai berakhir sejak awal 2000-an. Toko-toko kaset pada gulung lantai. Paling tidak itu terlihat dari cabang-cabang toko musik yang pernah besar macam; disc tarra atau bulletin yang dulu sering terlihat di berbagai belahan kota. Sekarang di mana mereka? Padahal dulu toko-toko musik ini demikian jayanya sampai pelayannya bisa melayani pembeli dengan muka super-masam. Seolah lupa bahwa aku sebagai pembeli ikut membiayai gajinya.

MP3 gratisan hadir bagai surga buat penikmat musik. Para website(s) penyedia layanan unduh itu juga menyediakan musiknya secara gratis. Kita tinggal mengunduh gak perlu bayar, hanya cukup bayar layanan internetnya saja. Website-nya boleh jadi akan pasang iklan (dari mana mereka dapat uang kalau tidak dari pasang iklan?) dan gak akan mereka dapat uang kecuali kita klik iklan itu. Bukankah musik digital ini malah jadi berkah bagi banyak orang?

Beli yang asli, habis itu dibajak. Gitu aja kok repot
Memangnya tidak ingat bagaimana para artis musik ini secara ‘tidak langsung’ juga terlibat memBAJAK pulsa dari orang-orang yang tidak tahu apa-apa dan tahu-tahu jadi korban RBT dan NSP lewat akal licik penyedia layanan telepon seluler? Para musisi ini jelas pernah menikmati uang yang entah seberapa tingkat kehalalannya. Mereka bangga mendapat laporan bahwa lagu mereka telah dijadikan RBT sampai sekian juta pengguna, tapi gak tahu (atau tidak mau tahu) fakta bahwa banyak juga yang tertipu dan tidak ingin ada lagu apapun bersarang di hape rakyat jelata ini. Para korban yang malang ini sebagian besar tidak tahu bagaimana cara melenyapkan konten lagu, atau malah tidak tahu kalau hapenya terpasang konten yang tidak mereka ingini.

Para artis musik sesungguhnya tidaklah teramat rugi. Lagu-lagu mereka boleh jadi berubah jadi mp3 ‘ilegal’ namun tidak pernah dengan melenyapkan kredit bagi mereka, artinya mereka masih jadi pemilik sah lagu itu, mereka masih dikreditkan sebagai penyanyinya. Malah sebenarnya musisi ini untung karena musik mereka jadi bisa menjangkau masyarakat luas, tak terbatas pada toko musik yang belum pernah ada sejarahnya buka cabang di pedesaan. Musik sekarang bisa diambil dari warnet yang ADA sejarahnya berdiri di pedesaan. Atau malah musik menyebar dari sesama pengguna hape. Kemudahan mendapatkan musik justru akan menambah jumlah penggemar. Banyak orang yang suka dan hapal lirik lagu, lalu akan muncul tawaran manggung di daerah yang bahkan tidak pernah disambangi oleh musisi-musisi ybs.

Persaingan yang sejati bukan melawan pembajak tetapi pada selera pasar (alias tren musik) dan sesama musisi. Begitu juga musisi baru yang rupanya ingin ngetop seperti musisi yang sudah mapan (tapi sayang masih galau soal penghasilan). Dan lihat apa yang dilakukan oleh musisi cengeng yang sukanya komplain gak jelas soal lagu mereka yang dibajak? Emang berapa rupiah yang hilang?


Musik dibuat untuk didengarkan, sama seperti tulisan dibuat untuk dibaca. Bukankah itu tujuan utama dari musisi yang berkarya—agar banyak orang yang mendengar, seperti penulis ingin banyak orang yang membaca tulisannya. Asal kreditnya masih diberikan pada yang menciptakan. Rasanya tidak masalah. Kasus akan berbeda jika musik (atau kekayaan intelektual apapun wujudnya, baik itu karya seni rupa, desain, tulisan terutama di blog!)  itu diaku-aku oleh orang lain yang tidak berhak. Ini baru pembajak sebenarnya, pencuri sungguhan, yang layak untuk dimusnahkan.

1 komentar:

jino jiwan mengatakan...

Terima kasih juga sudah singgah.