'Wakil Rakyat' di Wakil Rakyat Bermalam
Menunjukkan diri berdialog langsung di hadapan rakyat, itulah pesan dari tayangan televisi Wakil
Rakyat Bermalam di TVRI setiap Senin-Jumat pukul 9:30 WIB tahun
2015 (sepertinya sudah berhenti tayang nih). Dialog ini maksudnya ingin membangun kepercayaan rakyat kepada wakil
rakyat di DPR RI dan menjembatani kerenggangan gara-gara pemberitaan media massa atas kinerja DPR RI. Ia juga bermaksud mendekatkan
hubungan keduanya: bahwa keduanya saling membutuhkan.
Dalam acara berdurasi 30 menit
ini seorang perwakilan anggota DPR RI dikisahkan menyambangi rumah seorang
konstituennya untuk menginap sebanyak satu malam. Di permulaan acara seorang
anggota DPR RI ini menyampaikan kepada pemirsa
bahwa dirinya akan melakukan perjalanan dalam rangka mendengar aspirasi rakyat
langsung di rumahnya. Lalu dengan ditemani seorang asisten dan atau seorang sopir, anggota
DPR RI ini berangkat menuju rumah konstituen di daerah pemilihan
asalnya. Di rumah tersebut, wakil rakyat ini kemudian menghabiskan sehari
semalam berkumpul, makan bersama, mengobrol, lalu menginap, dan ditutup dengan
berpamitan kepada keluarga yang diinapi pada keesokan paginya. Cerita model begini selalu berulang di tiap episode dengan hanya sedikit perbedaan.
Tanggal 17 Juni 2015 lalu bintangnya adalah Pak Sa’duddin (mantan bupati
Bekasi?) anggota DPR RI dari fraksi PKS. Di ruang kantornya dia bilang kepada asistennya tentang
rencana kunjungan ke daerah asal pemilihannya di Bekasi. Dia juga mengajak
pemirsa (dengan menatap ke kamera) untuk mengikuti perjalanannya. Sepanjang
perjalanan berkendara, di dalam mobil Sa’duddin bercerita pentingnya mendengar
aspirasi rakyat. Untuk sampai ke lokasi dia dan rombongan mesti menumpangi getek menyebrangi sungai (seolah tidak ada jalan lain). Di desa Sukatenang, Sukawangi, Babelan, Bekasi Utara dia bertanya kepada warga sekitar rumah Pak Adhim konstituennya. Seorang warga (yang sebetulnya pemeran pembantu) bersedia mengantar Sa'duddin. Sembari mengantar inilah terungkap bahwa pekerjaan Pak Adhim adalah serabutan.
Rumah Pak Adhim yang separuh
bertembok batako dan hanya berdinding anyaman bambu rupanya kosong. Pemiliknya
tengah menggembala kambing di persawahan, sehingga mereka pun menunggu. Selama
menunggu di emper rumah tiga orang anak kecil datang mengamen (beneran!). Sa’duddin
bertanya mengapa mereka tidak sekolah. Dijawab oleh salah seorang anak bahwa
mereka tidak memiliki biaya. Kepada warga yang mengantar tadi Sa’duddin
menitipkan ketiga anak itu agar disekolahkan.
Tak berapa lama Pak Adhim tiba
di rumah. Seusai menggiring kambing-kambing masuk kandang dia menyambut
Sa’duddin dengan memegang tangannya erat. Mereka berkenalan dan mengobrol
sejenak. Ketika malam datang, Sa’duddin duduk bersama satu keluarga itu di
ruang tengah sembari membincangkan kegiatan Pak Adhim dan istri, juga cita-cita
kedua anaknya yang ingin menjadi dokter dan ustaz. Rekaman pekerjaan Pak Adhim
sebagai buruh tani dan bangunan tersaji di layar menyelingi percakapan.
Menjelang tidur Sa’duddin duduk
dengan tatapan menerawang (ke atas gitu) diiringi ucapan kagumnya kepada Pak Adhim dan
keluarganya. Dia pun tidur di ruang tengah beralas tikar. Keesokannya Sa’duddin
dan Pak Adhim sholat subuh di masjid sebelum kemudian dia pamit berangkat
kembali ke Jakarta. Tayangan ternyata masih berlanjut menyoroti kegiatan Sa’duddin
meresmikan sebuah acara/gedung yang lantas ditutup dengan pesannya mengenai pentingnya
pendidikan bagi anak-anak sebagai sarana meraih cita-cita mereka.
Pinjam Sana Pinjam Sini
Sebagai sebuah acara Wakil Rakyat Bermalam sungguh bukan
tayangan biasa dan jelas berada di luar jalur utama acara yang menarik minat
pemirsa, makanya ia diberi jatah waktu pagi hari di saat orang pada umumnya masih sibuk dengan pekerjaan mereka. Jika boleh milih pastilah para anggota DPR ingin agar acara ini disiarkan stasiun
televisi swasta pada sore hari. Namun cuma TVRI yang
menyiarkan. Berhubung TVRI itu tv pemerintah, tentu mereka punya kepentingan. Mungkin supaya kepercayaan masyarakat
kepada wakil rakyat mereka di parlemen tetap terjaga. Ini sebabnya sidang-sidang DPR juga rajin disiarkan oleh sejumlah stasiun televisi.
Di sisi lain acara ini sebenarnya
hendak menampilkan sudut pandang berbeda terhadap DPR RI yang sering dibantai oleh media massa melalui berita-berita yang menyudutkan kinerja
mereka. Berita ini punya dampak terhadap turunnya angka keikutsertaan rakyat pada
pemilu legislatif. Wakil Rakyat Bermalam
dikreasikan untuk menjawab keraguan rakyat atas kinerja wakil mereka di DPR RI. Bahkan
Wakil Rakyat Bermalam barangkali juga
dipicu rutinitas Jokowi sebelum menjadi presiden yang gemar blusukan terutama semenjak menjabat
gubernur DKI Jakarta. Perhatian besar media massa pada agenda blusukan Jokowi ikut menimbulkan kebutuhan
bagi anggota DPR RI untuk diperlakukan dengan cara serupa (yaitu Eksis!). Bagi anggota DPR RI Wakil Rakyat Bermalam adalah semacam panggung kontribusinya bagi negara dan rakyat. Panggung yang sayangnya tak
jauh dari panggung drama.
Wakil Rakyat Bermalam dan acara sejenisnya tidak dapat sepenuhnya disebut reality show
ataupun feature. Tayangan televisi adalah bentuk simulasi yang
sempurna. Simulasi membuat tayangan ini seolah nyata dan
malah lebih nyata dari kenyataan. Supaya menginapnya anggota DPR RI di rumah konstituen menarik ditonton, diciptakanlah cerita runtut
dengan nalar-nalar sintagmatik yang dipinjam dari tayangan-tayangan sejenis dari
televisi swasta. Tayangan populer semacam Jika
Aku Menjadi, Bedah Rumah, Jalan-jalan Selebritis, dll. dipinjam oleh Wakil Rakyat Bermalam. Pemirsa
yang sudah biasa menonton acara sejenis diajak ikut
membangun urutan cerita dengan menyusun bayangan-bayangan terhadap apa yang
akan terjadi selanjutnya di setiap adegan sama seperti yang dilakukan oleh
pembuat acara ketika menata ‘cerita’ anggota DPR yang akan mendatangi rumah
konstituen.
(Restu Ismoyo Aji/Jino Jiwan)
0 komentar:
Posting Komentar