Yang dimaksud Revolusi Mental
Revolusi mental yang gencar jadi
jadi jargon Jokowi ternyata bukan hanya omong kosong tapi benar-benar ada
langkah nyatanya. Apa itu langkah nyata Revolusi mental? Ya ini yang baru saja terjadi
dan akan terus terjadi, naik turunnya harga sesuatu yang “memenuhi hajat hidup orang
banyak.”
Pada tataran ‘permukaan’ pemasrahan
harga BBM ini pada pasar dunia ini menyimpan maksud ‘MULIA.’ Supaya rakyat Indonesia
tidak repot dan sibuk antri di SPBU begitu tahu bahwa keesokan harinya (mulai
jam 00:00) harga BBM akan naik. Gimana? Sungguh amat mulia bukan rezim Jokowi
ini? Enak kan gak perlu antri lagi wong harganya bisa sewaktu-waktu naik dan
sewenang-wenang turun?
Sisi lain dari harga yang naik
turun adalah adanya pengharapan agar “pasar”-lah yang memegang peran besar menentukan
dirinya sendiri terhadap segala—diulang—segala harga komoditas di negeri ini. Ujungnya
agar pemerintah bisa lepas tangan terhadap harga. Harga beras, daging, telur, bahan
bangunan diharapkan akan naik dan turun sesuai pasar, harga jasa transportasi
pun demikian. Jalan tempuh macam ini adalah jalan kapitalis, di mana negara
hanya berperan sebagai fasilitator (untuk sementara ini sebatas penentu harga
BBM) demi lancarnya ekonomi (dibaca: aliran uang) pada segelintitr pihak.
Sisi lainnya mungkin (dan ini yang
paling penting) agar harga BBM tidak dipolitisasi seperti yang diperbuat rezim SBY
pada 2009, di mana saat itu kalau masih ingat SBY menurunkan harga BBM
menjelang Pemilu 2009 dan akhirnya mengantarkan Partai Demokrat jadi pemenang dan
dirinya menjadi presiden untuk masa pemerintahan kedua, tapi kita tidak pernah
tahu apa bakal seperti ini juga setidaknya sampai pemerintahan Jokowi jelang berakhir
nanti.
0 komentar:
Posting Komentar