Azrax 2, Menggilas Sindikat Judi Bola
Suara azan Maghrib
bergaung-gaung. Kita melihat Azrax, lakon utama paling utama dari cerita ini
duduk bersila menunduk dalam temaram lampu 3 watt. Rupanya dia baru saja sadar
dari pingsannya. Dia tidak yakin berapa lama dia pingsan, tapi sepertinya tidak
cukup lama, paling cuma sepuluh detik.
Pandangannya menyapu sekeliling.
Sebuah kamar mungil-lusuh-buram-pengap.
Yah, kalian nangkaplah gambaran yang dimaksud. Tengkuknya terasa ngilu, namun ketika hendak meraba belakang
kepala dia sadar bahwa kedua pergelangannya terkunci borgol.
Azrax
mencoba mengingat apa yang terjadi. Oh iya, hanya sepintas detik lalu dia
tengah menyelidiki markas bandar judi
bola di suatu gang kecil nan kumuh dekat padepokan pimpinannya. Markas judi bola yang amat sangat
meresahkan masyarakat. Istri-istri sekampung pada melapor kepadanya perihal
suami mereka yang tidak lagi memberi nafkah karena duitnya habis di meja judi. Tergerak
oleh laporan tersebut, dia mendatangi gedung yang disangkai sebagai markas
judi, tapi begitu mengetuk pintu dan
menyapa “samporasun,” seseorang dari belakang membogem kuncir rambut Azrax. Dia
pun pingsan dengan sukses.
Kini
mata Azrax memejam, dia menarik nafas, berkonsentrasi untuk melakukan hal
terhebat yang belum pernah kau bayangkan.
Borgol yang mengunci pergelangan tangannya bergetar. Seiring mulutnya yang komat-kamit,
pundaknya naik turun. Musik kian tegang. Degub
jantung berdentang. Mata Azrax membelalak dan
memelototi borgol itu. Borgol itu langsung ketakutan dan
memutuskan untuk melepaskan diri dari Azrax.
Azrax menoleh ke samping
membelakangi pintu kamar. Kupingnya berdenyut. Dia bisa mendengar ada dua orang mendekat...sayup-sayup dia mendengar suara dari
lorong di luar kamar...
“Bos bilang orang itu harus
dibawa menghadap,” kata suara penjahat
#1.
“Ya, kita kudu waspada. Kata Bos dia dulu menghancurkan geng Kobra,”
jawab suara
penjahat #2.
“Geng Kobra dari Hongkong?!” (dengan nada “dari Hongkong” seperti
yang sudah biasa kamu dengar).
“Memang iya.”
“Oh,...itu artinya...”
Begitu mereka membuka pintu,
dua orang yang mukanya garang dan penuh kekejaman itu langsung kaku saat Azrax
menyerbu. Azrax melempar borgol ke arah Penjahat #1. Borgol itu mengikat tangan
Penjahat #1 secara
otomatis. Azrax mengibaskan kuncirnya, Penjahat #1 terlempar keluar jendela kaca. Secepat
kilat Azrax mengambil bantal (dalam kamar kan ada kasur dan bantal to?). Sekali
ayun jidat Penjahat #2 bonyok lalu ambruk seketika.
Azrax keluar kamar dan
berjingkat bak penyusup profesional. Celingukan dia mencari posisi yang pas
mengintip hiruk pikuk yang riuh rendah di bangunan bandar judi itu. Dia
bersembunyi di balik dispenser jebol bergalon kosong hanya belasan langkah dari keramaian dalam gedung. Tak ada satupun penghuni gedung melihat keberadaannya! Sungguh luar biasa
kesaktian Azrax ini, sanggup membuat siapapun tak
bisa mendeteksinya.
Tersentak
dia sebetulnya menjumpai kesibukan di dalam gedung. Dia sedang
berada di bukan hanya markas
judi bola nasional
atau internasional, melainkan markas
judi intergalaktik! Alien segala rupa ras berseliweran di situ, dari Alien, Predator, Klingon, Namec, Na’vi, E.T., Asari, hingga Wookie. Dan dia melihat orang yang
sudah sangat dihapalnya, Ruhut Towi Sitompul! Kita langsung tahu
Ruhut orang jahat. Pertama karena namanya saja sudah menyebalkan terlebih mukenye.
Kedua, karena dia pakai penutup mata. Bukan hanya satu tapi tiga! Satu menutup
mata kiri, satu lagi menutup mata kanan, yang terakhir membungkam mulutnya.
“Ruhut Towi, kukira dia
sudah tamat riwayatnya.” Bisik
Azrax.
“Belum...” sahut seorang
tepat di tengkuknya.
Seonggok tangan keriput namun berlemak membekap mulut Azrax. Dengan sigap Azrax memelintir
tangan uzur itu, namun
itu baru awal dari pergumulan. Pertukaran tapak
dan tinju terjadi antara Azrax dengan si pemilik tangan misterius. Pertarungan
itu kelihatan keren,
tapi lebih karena kameramennya menggoyang-goyangkan kamera kian kemari.
“Drap, Dhuk, Jdhek, Pam pam pam!!!” begitu bunyinya. Tidak diketahui dengan tegas pam
pam pam itu bunyi apa ketemu apaan.
Azrax berhenti
melancarkan serangan, begitu juga lawannya. Terpana dia mengetahui siapa lawannya. Dia adalah...Bang Haji Roma Irama! Saking
terpesonanya dia terlena™
dan tak mampu berkata apa.
“Dick Azrax, khamu shudhah sholat bheluuum?” Tanya Bang Haji Roma
Irama penuh wibawa
dengan logat khas
bijaksananya saat tahu lawannya
terpana.
“Aku...belum Maghriban,
Bang Haji.” Jawab Azrax tunduk.
“Astaghfirullah, sungguh
therlhalu™!” Bang Haji Roma
geleng-geleng, “Mari kita sholat dulu.”
Mereka pun berwudhu
dengan khidmat pakai air dari dispenser (yang tiba-tiba galonnya berisi air!).
Dan mereka masih saja dicuekin oleh penghuni gedung. Musik syahdu yang biasa
mewarnai suasana tobat pun beralun seiring Bang Haji Roma menggelar kertas
koran bekas di selasar yang berdebu. Bang Haji mengimami sholat dengan penuh
penghayatan diikuti oleh Azrax di sisinya. Gerakan mereka slowmo untuk suatu alasan dan warna ruangan jadi kuning jingga
macam disinari lilin
(meski tidak ada lilin), juga untuk suatu alasan.
Adegan berlangsung selama
beberapa menit sebelum beralih pada rakaat
terakhir.
“Asshyalhamualaikhum
warahmathullaah...”
Bang Haji balik badan
menghadap Azrax, dia
memimpin zikir bersama memohon diberi
kejayaan dalam pertarungan yang keduanya tahu takkan terelakkan sebentar
lagi. Tapi tentu saja yang
namanya Bang Haji tidak mampu melewatkan setiap momentum tanpa memberi
wejangan mulia.
“Dick Azrax,” Bang Haji membuka, “tahukah memphertyurutkan hawa
nafsu itu dhekat dengan syaithouwn?”
Azrax mengangguk,
rautnya penuh pemahaman akan tujuan hidup yang… entah apa.
“Thenangkan bijhimu Dick Azrax. Syesungguhnya manushia lebih
mhulia dharipadah syaithouwn. Memphertyurutkan phanas hati syebenarnya khuranglah
bijhak. Dhulu saya tidhak khurang gusarnya dikhala
Rika diculik. Di khala itu saya berkeliling naik khuda hitam dengan ghitar di punggung berkelana™ mencari di mana Rika berada…. Aarhhh...siapa ini yang nulis naskah? Anak Paud ya?!” sergah Bang Haji Roma. “Kenapa kalau aku bicara mesti
diselipi aksen “h”, menghina ya?!”
Mendengar tuduhan
menyakitkan itu Azrax yang tadi tunduk tenang tiba-tiba meradang, “Dan kamu
sudah merenggut penjiwaan karakterisasi yang di mana seharusnya saya perankan!”
“Aku di sini untuk
meringkus Ruhut Towi Sitompul bukan untuk berdebat dengan kau Az!” Bang Haji bangkit.
“Dan apa yang kau pikir
benar belum tentu tepat, sebab semua ini adalah merupakan manifestasi dunia
kelam kriminalitas.” Azrax berdiri, alisnya menyatu di atap dahi.
“Apa yang kau bicarakan?
Tenangkan bijhimu, Az!”
Bang Haji Roma mengerutkan muka.
“Cukup,
aku tak bisa membiarkanmu bicara lebih jauh!” Azrax mengambil kuda-kuda.
Sementara Bang Haji Roma geleng-geleng beranjak hendak menunggangi kudanya yang
dia parkir di luar. Untuk sesaat kau bisa melihat gurat wajah Bang Haji
menyiratkan penyesalan mendalam atas keputusannya terlibat dalam film ini. Tapi
Azrax buru-buru menghadangnya.
“Tunggu
dulu, kita belum usai.” Tangan Azrax merentang menghalang. Suasana kembali memanas.
“Baiklah,
jika itu maumu.” Jawab Bang Haji Roma.
Bang
Haji Roma dan Azrax pun kembali bertukar pikiran...,eh tendangan maksudnya dan juga tamparan. Pertarungan
yang sungguh seru berlangsung, terutama bagi kameramen yang lagi-lagi
menggoncangkan kamera tiada terkira. Kadang-kadang si kameramen sengaja
menubrukkan kameranya ke tembok atau malah lantai agar terlihat lebih seru. Tercatat
total 15 kamera rusak berat. Belum lagi setiap kali tinju diterima Bang Haji
setiap kali itu pula dia beristighfar, begitu pula bila Azrax menerima bogem
setiap kali itu dia bertahmid, tanda bersyukur dia masih bisa merasakan rasa perih.
Dan seterusnya hingga terjadi saling jawab.
ke BAGIAN 2
1 komentar:
Nanang!
Posting Komentar