Merapi 5 Tahun Lalu
Dua kali warga Jogja
dikejutkan. Tahun 2006 oleh gempa bumi dari arah selatan dan tahun 2010 oleh
letusan gunung Merapi dari arah utara. Jogja yang nampaknya damai-damai saja
dan selama ini selalu dijual seperti itu nyatanya dikepung oleh kuasa alam yang
lebih dahsyat dari kemampuan manusia. Padahal yang namanya bencana alam datangnya
tidak pernah ujug-ujug. Bencana alam
selalu berulang dan terus berulang dalam rentang waktu tertentu. Mungkin biar
manusia tidak meremehkan apa yang sekilas kelihatan jinak. Mungkin biar manusia
tidak melupakan, bagaimana dulu mereka bisa tetap hidup dan ada hingga hari ini
salah satu di antaranya karena sudah melewati hal yang sama, bencana yang sama.
Berikut adalah catatan harianku
dari tahun 2010 selama masa-masa krisis Merapi yang kuketik ulang (dengan
singkat) buat sekedar pengingat paling tidak buatku pribadi. Rumah keluargaku
yang terhitung berada dalam jarak tidak aman di sebuah dusun di tepi kali yang
berhulu di Merapi memaksa keluargaku mengungsi selama belasan hari. Tahun 2010
adalah tahun yang padat peristiwa. Musim hujan Oktober 2010 mengalirkan
kemuraman, sepakbola Indonesia tengah menghadapi dua liga (LPI dan LSI),
Jakarta sibuk dengan banjirnya, Mentawai diterjang tsunami, dan aku baru setahun
di ISI Yogyakarta (yang sedang dies
natalis) menjalani status sebagai mahasiswa dengan tanggungan tugas yang
gila-gilaan.
25 Oktober 2010 (Senin)
Sore itu aku nggarap kerjaan kelompok
Sosiologi Desain “Gaya Hidup Guru” di kosan Tjep. Yang kerja hanya aku dan
Yanto yang ternyata berbakat membual dengan banjiran kata-kata yang dia ketik secara
semena-mena (aku bilang dia pasti dapat 9 untuk pelajaran Bahasa Indonesia, mungkin
itu sebab dia akan memilih jalur skripsi untuk lulus dari ISI), sementara Tjep dan
Kelik cuma setor muka dan tidur.
Mas Tardai, office assitant tempat aku dulu kerja di
KF ngirim sms kabar-kabaran. Dia bilang banjir Jakarta memang sekronis di tivi,
kantor baru kembali merayakan ultah Pak Bos dengan traktiran Bakmi GM, dan Mbak Sus, sekretaris
kantor akan menikah Desember nanti. Wah, selamat!
Sampai rumah aku baru tahu dari
Bapak situasi terbaru Merapi yang sekarang berstatus “AWAS.” That means it’s about to explode. Tadi
siang kata Bapak, di Pakem berjubelan awak-awak tivi nasional: Indosiar, Trans,
TvOne, Metro, dll...Mereka berlomba cari berita, kurasa dengan sedikit berharap
sesuatu yang buruk terjadi. Supaya bisa menjadi yang pertama menyiarkan berita
(yang buruk). Btw, Metro Tv
menayangkan berita bahwa Merapi kali ini mungkin akan meletus secara eksplosif
alias tidak hanya melelerkan lahar dan wedhus
gembel. Aku tidak yakin dengan berita ini. Setahuku Merapi bukan tipe
gunung yang eksplosif. Merapi punya tipe letusan yang spesial, setidaknya itu
kata para ahli pergunungan.
26 Oktober 2010 (Selasa)
Sore tadi Merapi meletus. Itu
letusan pertama sejak 2006. Berita di tivi bilang letusannya terjadi jam 5 sore
sebanyak tiga kali. Seluruh tivi berbarengan menayangkan Merapi. Berita di tivi
tetap mengatakan bahwa itu adalah letusan eksplosif, meski kepala BPPTK
meragukan kemungkinan itu. Tayangan memperlihatkan abu gunung bertebaran di
jaket dan rambut reporter dan juga di motor/mobil yang lalu lalang di jalan Kaliurang.
Ibu cemas banget,bahkan ngajak
ngungsi ke Bude Rin (kakak kandung Ibu yang tinggal di Godean). Apalagi Bapak
belum pulang dari berburu sapi (untuk Idul Adha) di Magelang bareng Ustad Wid.
Telepon ke nomor Bapak dan sebaliknya berkali-kali putus. Langit dipenuhi tidak
saja oleh abu gunung tapi sambungan telepon yang bersilangan. Semua orang pasti
panik ingin tahu kabar keluarganya.
Malamnya TvOne merilis foto
letusan yang diklaim sebagai foto amatir diambil jam 16.55! Aneh, sore tadi
gelap. Hujan rintik-rintik dan cukup deras di Jakal. Siang tadi pas pulang dari
kampus Merapi cuma kelihatan sedikit di sisi timur bawah (dekat Plawangan).
Dari mana TvOne dapat foto itu?
Dan, di mana Mbah Maridjan?
Tadi pagi aku masih nonton wajahnya yang tidak mau disorot kamera Trans7.
Tetangga Mbah Maridjan yang juga anak buahnya di kirim ke RS Ghrasia gara-gara
kena wedhus gembel dengan luka bakar
75 %.
Erupsi 2010 menyisakan rekahan besar. Foto diambil 1 bulan kemudian (29 November 2010) |
Empat hari Merapi meletus kini
giliran Krakatau, Slamet, dan Papandayan ikutan menggeliat berkegiatan. Merapi kerap
disebut sebagai panglimanya gunung di Jawa. Kalau dia meradang yang lain ikutan
juga. Pujian yang berlebihan dan tidak layak dibanggakan.
Ibu bilang kalau bukan orang
baik gak akan orang mati bisa dalam posisi sujud. Iya, yang kumaksud adalah Mbah
Maridjan yang ditemukan meninggal dalam posisi sujud (sekalipun di kamar
mandi). Dia jadi korban pada erupsi pertama Selasa lalu bersama 35 orang lainnya.
Rumor yang beredar mengenai dia selamat berakhir sudah. Berita menunjukkan Kinahrejo luluh lantak. Sejauh
mata hanya pemandangan abu-abu dengan debu vulkanik dimana-mana.
Aku tidak ambil peduli soal
kemana arah hadap sujud dan di mana jasad Mbah Maridjan ditemukan. Mati dalam keadaan
sujud itu tidak mungkin terjadi kalau tubuh orang itu diterjang awan panas.
Lihat saja foto-foto korban Merapi lain. Mereka tampaknya mati dengan penuh
rasa sakit. Dengan begitu hanya ada satu penjelasan masuk akal kenapa jasad Mbah
Maridjan bisa dalam sikap sujud. Itu karena dia sudah meninggal duluan sebelum awan
panasnya lewat.
Yang kudengar Mbah Maridjan
kesal dengan wartawan yang suka lebay.
Makanya dia menolak diambil gambarnya. Dia juga menolak mengungsi di saat terakhir
karena mengaku Merapi adalah rumahnya apapun yang terjadi. Mbah Maridjan sudah meminta
warga mengungsi tapi ternyata banyak yang terlambat bereaksi karena yakin
Merapi tidak akan mengamuk seperti 2006 lalu saat Kinahrejo baik-baik saja.
Besar kemungkinan karena 2006 inilah dia jadi lebih dipercaya sebagai “orang ampuh”
oleh warga sekitar. Maridjan tidak turun berarti tidak apa-apa. Makanya petang tanggal
26 itu ada saja yang tidak mengungsi biarpun suara gemuruh terdengar dan bau
belerang tajam tercium.
Omong-omong tentang erupsi 2006,
ketika itu korbannya ‘hanya’ 2 orang yang salah langkah karena bersembunyi dalam
bunker. Bunker yang aneh pula karena tidak berfungsi menahan awan panas. Tahun itu
Mbah Maridjan juga menolak mengungsi. Konon dia pernah mengatakan bahwa yang nyuruh
itu bukan raja sungguhan. Lalu muncul kata-kata: “sopo sik wani karo Maridjan, sultan wae kalah.” Gara-gara tindakannya
Mbah Maridjan malah jadi populer dan ke-roso-annya
dipopulerkan iklan KubuBima. Menurut Doni
Kesuma (bintang iklan KukuBima) Mbah
Maridjan orangnya pendiam, santun, dan sulit diajak turun gunung. Aku sempat salah
menyangka Mbah Maridjan kepedean dengan lolosnya dia dari erupsi 2006. Dia melakukan
apa yang seharusnya dilakukan, setia kepada sultan (HB IX) dan tugas yang diembankan.
Kinahrejo memang rumahnya dan mungkin itu adalah kematian yang dia inginkan,
mati di rumahnya.
Banjir lahar dingin di kali Boyong dekat dusun tempatku tinggal yang jadi tontonan. |
Hari-hari berikutnya adalah hari-hari
yang membingungkan, antara rasa cemas dan rasa yakin bahwa Merapi tidak akan
memburuk.
0 komentar:
Posting Komentar