Semacam Review Dating Site Setipe
Sudah setahun ini aku gabung di
Setipe.com, sebuah laman percomblangan di internet yang kata berbagai artikel (baca: advertorial aka. iklan) punya cara khusus
dalam memadu-masangkan karakteristik seorang dengan lainnya sehingga akan
ditemukan calon pasangan yang punya kecocokan tinggi. Konsep yang
menarik tentu saja, terutama buat orang yang ditekan secara sosial dan dikejar
umur untuk segera punya pasangan (instan) dan sulit untuk memulai suatu hubungan baru di tengah
kompleksnya tuntutan hidup. Jadi, yaah
dari awalnya hanya mencoba-coba karena penasaran sambil sedikit berharap-harap
akan menemukan tautan hati, lama-lama namun tidak lantas pasti aku memulai serangkaian
pengamatan. Pengamatan yang kemudian kuketikkan di sini sebenarnya diselipi
perasaan agak sungkan nan malu, seperti umumnya orang yang cenderung
merahasiakan keikutsertaannya di ajang perkontakjodohan (malu karena merasa tidak
laku, kecuali mereka yang ikut perjodohan hingar bingar di Indosiar dulu itu).
Jelas apa yang
dipaparkan Setipe merupakan mimpi indah buat para jomblo yang jumlahnya kian melimpah. Citation is not needed as you can see too many of them around you!
Makhluk jomblo adalah makhluk yang sungguh nelangsa, kawan. Sudahlah mereka
terlunta-lunta hatinya, mereka senantiasa in
denial (dalam penyangkalan) dengan mengatakan bahwa “jomblo itu bahagia”
padahal dirinya tenggelam dalam air matanya sendiri, dan mereka ini adalah
pangsa pasar bagi orang lain. Setipe di
sini menawarkan sesuatu (baca: jalan keluar) yang seakan berbeda dari yang
ditawarkan laman perjodohan lain (padahal? Silakan cek bermacam apps/laman perjodohan lain). Jalan keluar yang... serba... super panocticon.
Apa itu super panopticon?
Sebelum ke sana kita kenalan dulu dengan Setipe, siapa tahu ada yang belum ngerti. Dan siapa tahu situs ini tidak bertahan lama, dan ketikan ini dibaca oleh orang-orang yang baru lahir di atas tahun 2010, dan juga bakal diceritakan oleh bapak-ibu yang 'dipertemukan' lewat Setipe.
Setipe,
adalah sebuah situs matchmaking atau perjodohan/percomblangan yang mengklaim
diri mempunyai cara khusus dalam mendeteksi karakteristik dan lalu memadu-masangkan
seorang dengan sesama pengguna lainnya—dalam hal ini lawan jenis(kelamin)nya saja—melalui
algoritma tertentu berdasarkan serangkaian pertanyaan (psikotes) yang harus
dijawab oleh pengguna begitu mendaftar, sehingga nantinya mesin penjodoh Setipe akan bekerja menemukan calon
pasangan ideal untuk hubungan jangka panjang yang mempunyai kecocokan tinggi
terutama dari segi kepribadian.
Hey, ituuu akuuu, hey! |
Konsep yang unik, (kelihatan) berbeda, jaminan kerahasiaan
karena tidak ada sistem pencarian orang di Setipe
(yang mana tampaknya masih sangat penting bagi pengguna situs kencan online), lagi janji manis bagi para jomblo pencari pasangan hidup agar dipertemukan jodoh yang tepat, disertai tentu saja “bukti
nyata” bahwa sudah ada sekian pasangan yang sukses menikah (yang mana terus dikoarkan di situsnya), sehingga tidak heran rasanya
jika para jomblower terpikat lantas bikin akun, lalu ketika mereka mendaftarkan diri, mereka merelakan diri memberikan data
pribadi atau lebih tepatnya membuka diri sejujur-jujurnya kepada pihak ketiga
yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali demi keakuratan data.
Data pribadi
tersebut mulai dari yang paling umum dan standar seperti: alamat email, tanggal
lahir, preferensi terhadap calon pasangan (merokok/tidak merokok, agama, etnis,
tipe perawakan, belum/pernah menikah dan punya anak atau tidak), profil (semacam deskripsi diri gitu),
penghasilan, tingkat pendidikan, foto diri, sampai ke perjanjian bahwa
pendaftar masih berstatus lajang, hingga menjawab ratusan pertanyaan psikotes.
Semua ini nantinya akan berpengaruh pada seperti apa calon pasangan yang nanti
ditawarkan kepada pengguna di laman akunnya untuk diajak berkenalan. Tingginya
tingkat kecocokan calon pasangan (atau
diistilahkan sebagai match) dengan
pengguna akan terlihat dari besaran angka persentase
pada foto tiap match.
Data-data awal maupun lanjutan yang
diminta oleh Setipe atas layanan
kontak jodohnya dan diberikan secara sukarela oleh pengguna lantas menjadi database yang berfungsi sebagai super panopticon, sebuah istilah yang dipinjam oleh Mark Poster
dari Michel Foucault *Iya, ini ketikan mengandung teori*. Menurut Poster ada kesamaan
kerja database dengan gagasan
Foucault. Database sebagai super panopticon pada dasarnya adalah pengawasan yang
terdigitalisasi dalam upaya pendisiplinan. Database merupakan diskursus yang
mengatur pengguna/pemiliknya dan erat hubungannya dengan kekuasaan. Dalam
bentuk elektronik, database dapat bertahan lama hingga kapanpun. Menurut Poster
pengawasan database dilakukan dengan
sukarela oleh pengguna, di mana informasi yang bersifat pribadi malah diberikan
sebagai bagian dari database. Database ini
bahkan semakin detail hingga dapat membentuk profil utuh subjek.
Wauuwww, 50 ++ tips... hmm, kenapa ya kok berasa ngganggu banget |
Kemajuan
teknologi media nyatanya ikut menggeser cara orang berinteraksi,
termasuk hal-hal yang personal, seperti pencarian pasangan hidup. Sesuatu yang juga
disebut-sebut oleh Setipe kira-kira seperti ini: "situs ini didirikan karena adanya kesadaran modernisasi membawa permasalahan
dalam hubungan percintaan dan memperumit proses pencarian dan memulai hubungan
baru." Bermunculannya situs-situs kencan pendahulu (match.com atau Okcupid.com),
tidak cuma di Indonesia tapi juga di dunia menunjukkan adanya gejala
pergeseran praktik pencarian pasangan, di mana sesungguhnya orang tidak lagi
(perlu) sungkan untuk melakukannya. Dan jika terus ditelusuri bisa jadi
jejaknya telah disemai fasilitas chatting
di Yahoo Messenger yang cukup populer
hingga awal 2000-an dan bahkan oleh mIRC pada masa-masa bahula jauh sebelumnya.
Budaya chatting yang ketika itu masih
dimediasi oleh nama samaran bergeser menjadi nama asli seperti di Setipe. Artinya database sebagai super
panopticon telah berlangsung tahunan dan kian menjadi hal lumrah sejak
media sosial seperti Facebook dan Twitter mulai beroperasi dan diterima sebagai sesuatu yang wajar apa adanya oleh berjuta orang, di mana kita semua didorong
memakai nama asli dan saling berbagi apa saja. Betul?
Data
pribadi yang diberikan secara sukarela dan cuma-cuma oleh pengguna kepada Setipe inilah yang menjadi identitas
pengguna, setidaknya selama
dirinya online dan berinteraksi dengan
match-nya. Uniknya di dalam profilnya pengguna bisa saja
membangun suatu persona dan melakukan manipulasi tertentu lengkap dengan hobi
dan foto-fotonya (bahasa populernya adalah: PENCITRAAN DIRI), meskipun Setipe
sendiri lebih mendorong seorang untuk jujur, karena manipulasi tentu akan merugikan
pengguna yang serius mencari pasangan. Setipe
juga berupaya menghalau orang-orang yang berniat melakukan tindakan penipuan
dengan serangkaian data penting milik pengguna yang akan menjadi jualan utama Setipe: 140 pertanyaan (psikotes), berupa
tes kecocokan dan tes kepribadian
yang membutuhkan waktu tidak sedikit untuk menjawab seluruhnya. Aku sendiri sampai butuh tiga kali login (di tiga hari berbeda) karena pertanyaan-pertanyaan ini amat meletihkan.
Bagian awal dari jalan panjaaang menyibak misteri jodoh |
Setelah merampungkan psikotes, dalam
beberapa hari ke depan pengguna disarankan sering melakukan login agar mesin pencarian calon
pasangan (match) terus aktif dan
memprioritaskan pencarian match baru
kepada pengguna. Mesin pencarian Setipe hanya akan menjodohkan pengguna dengan sesama pengguna lain yang tingkat
kecocokannya di atas 60% dan hanya penggunalah yang bisa melihat siapa saja matchnya secara timbal balik. (Oh iya, hanya lawan jenis kelamin seperti kusebut di atas yang artinya jika kamu homoseksual, kamu tidak bisa memakai Setipe). Tentunya
sesudah pengguna mengisi profil diri, kriteria dan preferensi jodoh ideal yang
telah kubilang di atas.
Profil yang telah diisikan (walaupun
masih dapat diubah-ubah oleh pengguna) menjadi data penting yang dipegang oleh
pihak Setipe selaku penyedia layanan.
Data ini sewaktu-waktu bisa menjadi bukti suatu tindakan dari pengguna yang
mungkin melanggar aturan/ketentuan. Di sinilah database sebagai panopticon
mulai bekerja ketika pengguna secara otomatis akan mengisi profil dan hobi sepositif
dan semenarik mungkin karena data ini menjadi satu dari dua elemen penting selain
foto profil yang ditayangkan Setipe
kepada setiap pengguna lain, seperti si pengguna ini melihat macthnya. Dan seperti umumnya laman
media sosial lain, Setipe juga
menyediakan fasilitas “laporkan member ini.” Lewat fasilitas ini pengawasan
perilaku di Setipe dilimpahkan kepada
segenap pengguna karena hanya match
yang bisa melihat profil dan berhubungan dengan penggguna. Pengguna walaupun
punya kebebasan tidak akan main-main dengan profil, foto yang diunggahnya, dan chatting-nya. Kenapa?
Setipe mendorong penggunanya memajang foto close-up untuk foto profil dan sendirian,
bukan bersama orang lain, tidak peduli siapapun orang itu. Jika tidak ditaati,
sistem Setipe akan otomatis menolak
foto tersebut. Pengguna juga didorong memajang foto diri terbaiknya. Sembari di sisi lain tetap tidak boleh melupakan agar nanti tidak mengecewakan matchnya ketika berkencan atau bertemu
muka akibat perbedaan wajah asli dengan fotonya. Sekali lagi di sini
penggunalah yang harus rela melakukan pengawasan terhadap data fotonya sendiri.
Hasil psikotes yang kusebut tadi selain disampaikan
kepada pengguna juga dipajang di halaman profil sebagai “Laporan Kepribadian” biar pengguna lain yang
menjadi match bisa membacanya dan
akan menentukan ketertarikannya kepada pengguna. Laporan kepribadian itu punya label yang sangat teknis dan berbahasa linggis: openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, neuroticism
yang...entahlah apa itu...memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing disertai tips perbaikan diri. Tapi tidak semua tips tersedia. Karena... belakangan data psikotes
ini dipakai menjadi alat menjual keanggotaan berbayar (premium membership)--berhubung sejauh/sementara ini keanggotaan Setipe memang masih gratis.
Bagian ijo-ijo itu gak innocent gitu aja, tapi iklan Premium membership |
Anggota berbayar dijanjikan akan
menerima paket lengkap, berupa laporan kepribadian (yang lebih lengkap) serta
mode kompabilitas (compability mode)
dengan matchnya. Anggota berbayar
juga mendapat saran-saran perkenalan dan percintaan serta konsultasi langsung
dengan staf psikologi Setipe (yang kita tidak tahu statusnya: jomblo atau memang ahli dalam relationship).
|
#curhatbersamapsikologyangmungkinsajamasihjomblo |
Dengan kata lain Setipe sebenarnya tengah melakukan penyanderaan database penggunanya untuk mendapat uang
dari menjual premium membership. Database yang ironisnya oleh pengguna
diserahkan secara cuma-cuma, sukarela, dan butuh waktu+tenaga untuk mengisinya demi memperoleh jodoh yang setipe di Setipe. Setipe telah menjadikan database penggunanya sebagai super panopticon dengan membumbui “Laporan Kepribadian” yang lengkap sebagai bagian dari mengenal diri sendiri sebelum mulai mengenal orang lain (calon pasangan/match).
Rp. 178 ribu, berisi 35 lembar, tunggu dulu...berapa???!! |
“Setipe” yang secara harfiah bisa berarti sama atau minimal mirip/serupa, agaknya mencoba mematahkan konsep perjodohan “yang saling melengkapi” menjadi “saling memahami.” Kenapa saling memahami? Karena sifat ke-setipe-an itu tadi. Dengan adanya kesamaan karakter, pembawaan, kepribadian, maka menurut Setipe hubungan jangka panjang, atau dalam konteks Indonesia secara umum pernikahan akan lebih mudah dijalani dan langgeng. Sesuatu yang bukan hanya asal, namun Setipe sendiri memang menggadang-gadangkannya lewat label ilmiah: ilmu psikologi^^.
Ini kutipan dari situsnya di bagian about:
“Karena
itulah SETIPE hadir. Paling tidak untuk memudahkan kamu dalam memahami diri kamu sendiri terlebih dahulu,
baru kemudian membantu mencarikan seseorang yang sesuai dengan kepribadian
kamu. Dengan dukungan tim psikologis
yang dipimpin Pingkan Rumondor kami telah mempersiapkan sistem yang tidak
hanya akan memperkenalkan kamu dengan seseorang, tapi juga memastikan orang tersebut
akan cocok dengan kepribadian kamu”
Tidak terlalu mengherankan sih dan
bukan soal benar/salah soalnya Setipe
memang dimulai sebagai bisnis (yang memang butuh biaya operasional) dan sejak
semula (para jomblo) dilihat sebagai pasar potensial seperti diungkapkan oleh pendirinya. Makanya Setipe juga secara terstruktur-sistematis-masif memajang iklan premium membership-nya dan acara-acara yang
dihelatnya (workshop mengenai relationship dan tawaran kopi darat/speed dating) di laman akun pengguna dengan peletakkan yang cukup ‘mengusik’ mata
pengguna karena disajikan seolah itu adalah pemberitahuan pun juga via email. Iklan-iklan yang tentu akan berhenti kalau pengguna (yang masih pelit seperti aku*) mau membayar tebusan agar dirinya menjadi seorang yang Premium.
Catatan:
* Era di mana hampir semua "gratis" kenapa aku kudu bayar? Aku cukup yakin hampir 90% apps di smartphone-mu gratisan kan?
^^ Lihat bagaimana "ilmu psikologi" dieksplotasi sebagai suatu rumusan pakem binti standar untuk meng-kotak-kan manusia yang begitu dinamis hanya dalam segelintir kategori kepribadian YANG punya "pemeringkatan," di mana angka tertentu dinilai lebih baik/buruk dalam bermasyarakat. Para psikolog yang serba lebih tahu daripada kamu ini tentu bisa memanipulasi hasil tes kepribadian mereka sendiri (jika mau).
^^ Lihat bagaimana "ilmu psikologi" dieksplotasi sebagai suatu rumusan pakem binti standar untuk meng-kotak-kan manusia yang begitu dinamis hanya dalam segelintir kategori kepribadian YANG punya "pemeringkatan," di mana angka tertentu dinilai lebih baik/buruk dalam bermasyarakat. Para psikolog yang serba lebih tahu daripada kamu ini tentu bisa memanipulasi hasil tes kepribadian mereka sendiri (jika mau).
Lebih lanjut soal super panopticon simak bukunya David Bell (2001), An Introduction to Cybercultures.
3 komentar:
Saya ga sengaja ketemu artikel ini saat salah ketik wktu "browsing " :)
Cukup lama saya menelaah isi tulisan om. Mgkn krn tingkat pemahaman sy yg blm skenceng prosesor core i7 :D
Dr dulu sudah ada BIRO JODOH (Dulu ada kolom khusus cari jodoh di koran ya). Tp dg pesatnya teknologi saat ini, BIRO JODOH dibuat lebih praktis. Setelah baca artikel om, saya sempat tergelitik untuk mencoba register (hehehe.sempat terpikir utk iseng). Tapi setelah saya pikir ulang saya putuskan ga jadi. Saya baca beberapa kali artikel om, Hehehe..."APAKAH JODOH HARUS DIDAPAT DARI BIRO JODOH?"
Ve Xiaojie, terimakasih. Aku malah kelupaan menyebut Kontak Jodoh via Surat Kabar (apa sampai sekarang masih ada?), namun proses pengawasannya cukup rendah karena Surat Kabar hanya menjadi semacam perantara. Ketikan di atas mungkin masih terlampau teknis, maklum karena aslinya ini adalah esai untuk tugas mata kuliah Cyberculture....Dan..., aku bukan "Om-om," aku Pakde.
Hahaha, oke Pakde bukan "om-om" :D KONTAK JODOH masih ada kog di koran..hehe
Sy sempat cek web SETIPE, yg akhirnya nyempetin buat nyari artikel "SETIPE" setelah Pakde blg itu adalah tugas kuliah..hehehehe. JODOH yg buat saya adalah "Rahasia Tuhan", tp ini ada ajangnya diDEKATkan yg SETIPE :D
Saya sampe liat jg di youtube loh founder & CEO SETIPE yg lg diwawancara di bbrpa stasiun tipi :)
Saking otak saya penasaran..hehehehehehehehehehehe
Dan tulisan PAKDE...sangat menginspirasi. Nti kl ada wktu luang lg, sy bakal baca artikelnya Pakde deh...
Posting Komentar