Anatomi dan Istilah dalam Tipografi
Sama seperti tubuh makhluk hidup, huruf juga memiliki
anatomi. Bahkan beberapa istilahnya pun sama persis (lengan, kaki, bahu, leher,
dst.), sementara beberapa lainnya meminjam dari istilah yang terlebih dahulu digunakan
dalam bidang lain. Penggunaan istilah ini penting bagi orang DKV, bukan hanya
untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap bagian namun lebih lagi untuk
mengomunikasikannya dengan klien atau malah antar sesama desainer.
Setiap individu
terkecil dalam jagat tipografi, baik itu huruf, angka, tanda baca disebut character. Setiap character terdiri dari
stroke alias garis/guratan. Stroke terdiri dari dua, basic
stroke atau stem stroke (sering disebut stem
saja), yaitu garis utama/tebal pada character
dan secondary
stroke atau hairline stroke (sering disebut stroke saja), yaitu garis yang
lebih tipis dibandingkan garis utama.
Hal lain yang sangat mempengaruhi legibility dan readibility adalah leading, kerning, dan tracking. Leading (cara baca e nya seperti pada kata lempar) adalah jarak antar baris yang dihitung dari baseline ke baseline. Cara menghitungnya menggunakan satuan yang disebut point, yang dipinjam dari teknik cetak tradisional yang kala itu masih menggunakan plat logam untuk memisahkan susunan antar baris (1 point, 2 point, dst.). Dalam hitung-hitungan modern (software desain), leading dimaknai ukuran character (tingginya) plus ruang di atas huruf.
Misalnya saat nanti kamu sedang menggarap satu characters set (satu karakter set
terdiri dari a-z, uppercase, lowercase,
angka, tanda baca, dll.) untuk klien, besar kemungkinan kamu akan berkomunikasi
lewat istilah-istilah dalam tipografi, istilah yang cukup teknis. “Mas/Mbak, itu tolong vertex-nya jangan
tajam-tajam, overshoot-nya ditambah dikit ya.” Kalau kamu sebagai desainer gagal
paham apa yang dimaksud, maka klien bisa saja terbang ke lain hati. Oleh karenanya
mempelajari anatomi dan istilah dalam tipografi adalah wajib.
Hampir semua character
secara optis rata dengan baseline, yaitu garis imajiner di
bagian bawah character atau garis di
mana ia ‘duduk.’ Baseline menjadi titik yang darinya elemen lain
semacam x-height dan leading dihitung. Sedangkan capline
adalah garis imajiner batas atas untuk huruf uppercase (huruf besar).
X-height (garisnya disebut x-heightline/meanline) adalah tinggi huruf kecil (lowercase) dari baseline, tapi tidak termasuk ascender
dan descender-nya. Huruf x (lowercase) dipakai sebagai patokan karena
bagian atas dan bawahnya rata, darinya istilah ini berasal. Huruf yang
melengkung dan lancip (a,c,e,m,n,o,r,s), bagian lengkung dan lancipnya akan
sedikit melebihi x-height dan baseline atau disebut overshoot.
X-height
sangat penting dalam menentukan readibility,
karena semakin tinggi x-height—seperti
umum dijumpai di huruf jenis sans serif alias
huruf tanpa tangkai—maka semakin pendek ascender
dan descender-nya. Sebaliknya,
semakin rendah x-height maka ascender dan descender semakin terlihat.
Ascender
adalah stroke vertikal ke arah atas
pada huruf lowercase yang melebihi x-height. Batasnya adalah ascender line (garis imajiner batas ascender). Descender adalah stroke vertikal ke bawah yang melebihi baseline. Batasnya adalah descender line (garis imajiner batas descender). Tinggi ascender dan descender
juga akan mempengaruhi tingkat readibility.
Seperti biasa huruf yang melengkung dan ujung yang lancip akan melebihi garis baik
x-heightline, ascender line, descender
line, alias overshoot.
Dalam merancang huruf seorang desainer perlu
mencermati yang namanya overshoot,
yaitu bagian character yang
melengkung atau lancip (A,S,O dan a,c,e,m,n,o,r,s) yang dilebihkan dari baseline, capline, x-height, ascender line, descender line, bila
dibandingkan huruf yang lebih rata (contoh: X dan H). Kenapa? Supaya
huruf-huruf ini punya kesan optis seolah berukuran sama dengan lainnya.
Pelebihan ini tidak memiliki aturan baku, namun anjurannya adalah antara 1-3%
dari tubuh setiap character. Peter
Karow merekomendasikan overshoot
untuk O sebanyak 3%, sedangkan character
A sebanyak 5%.
Hal lain yang sangat mempengaruhi legibility dan readibility adalah leading, kerning, dan tracking. Leading (cara baca e nya seperti pada kata lempar) adalah jarak antar baris yang dihitung dari baseline ke baseline. Cara menghitungnya menggunakan satuan yang disebut point, yang dipinjam dari teknik cetak tradisional yang kala itu masih menggunakan plat logam untuk memisahkan susunan antar baris (1 point, 2 point, dst.). Dalam hitung-hitungan modern (software desain), leading dimaknai ukuran character (tingginya) plus ruang di atas huruf.
Kerning
adalah jarak yang disesuaikan antar dua character.
Tanpa ada kerning masing-masing character akan mengambil satu blok space/ruang sehingga ketika disandingkan
beberapa character terlihat kurang elok/nyaman
di mata. Biasanya jarak akan dikurangi (tak jarang pula ditambah), di mana ruang
satu character melewati/memakan ruang
dari character lainnya. Contoh paling
kentara adalah jarak antara A dan V. Tanpa kerning
A dan V akan menyisakan ruang kosong terlampau banyak. Dengan menerapkan kerning, jarak A dan V jadi lebih dekat
dan lebih enak dilihat.
Untuk melakukan kerning, beberapa huruf seperti A,T,V,W perlu mendapat perhatian
khusus, bergantung pada huruf apa yang mengiringinya. Contoh di bawah
menunjukkan kerning manual atas huruf
T
dan o
pada kata Today yang memang
diperlukan agar rangkaian kata tersebut nyaman dilihat (artinya sifatnya lebih
ke optis).
Tracking mirip dengan kerning, bedanya tracking
adalah jarak horisontal antar character secara
merata dalam satu rangkaian. Tracking
inilah yang diubah sesuai kebutuhan dalam kerning.
Tracking akan memengaruhi kepadatan kata
dan antar kata, yang secara langsung mempengaruhi tingkat legibility dan readibility.
Tracking dapat membantu mencegah
terjadinya widows (janda) dan orphans (anak yatim piatu) dalam
paragraf. Widows adalah situasi di
kala baris akhir sebuah paragraf muncul pada halaman baru sehingga seolah
terpisah dari keseleruhan teks, sementara orphans
adalah ketika paragraf berakhir dengan satu kata saja.
Tracking
terdiri dari dua, negatif dan positif. Tracking negatif dicapai dengan
mengurangi ruang antar character, sehingga
whitespace (ruang kosong) akan lebih
sempit dan akan memuat lebih banyak character.
Sedangkan tracking positif memberi lebih banyak ruang antar character atau lebih panjang jarak antar
character-nya, sehingga whitespace akan lebih lebar dan character yang bisa dimuat menjadi lebih
sedikit. Keduanya sama-sama berisiko membuat readibility-nya rendah jika desainernya kurang cermat.
Baik tinggi x-height,
ascender, dan descender, overshoot, apalagi
kerning maupun tracking, sama-sama
membutuhkan kejelian mata seorang desainer typeface
dan karenanya dia perlu melatih kepekaan rasa itu melalui pemahaman dan latihan
terus-menerus.
Sumber:
Rustan, Surianto, 2010, Font & Tipografi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sihombing, Danton, 2001, Tipografi Dalam Desain Grafis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
corporate3design.com/
fonts.com/
techterms.com/
typedecon.com/
wikipedia.org/
0 komentar:
Posting Komentar