Nenek Moyangmu Seorang Peraut
Nak, malam ini aku hendak
menceritakan kisah yang sudah lama engkau pertanyakan. Sebuah hikayat termegah tentang
nenek moyangmu yang termashyur akan keberanian dan kenekatannya. Dia hidup di
masa susah tapi pantang berkeluh kesah. Dia selalu maju terus pantang mundur,
bahkan ketika menghadapi marabahaya sekalipun dia tidak akan mundur tetapi
berbalik putar haluan dan lari. Itulah nenek moyangmu, Nak. Nenek moyangmu
adalah...
Seorang peraut...(musik pembuka dimainkan!)
Ini gambar nenek moyangmu, Nak |
Kamu tahu kan lagunya yang
mana? Iya tepat yang itu! Memang lagu yang itu yang ku maksud. Mari kita berdendang
bersama-sama, Nak.
“Nenek
moyangku seorang peraut.”
“Gemar
mencari pisau nan tajam.”
“Merajang
pensil, tiada kendur.”
“Meme..........”
...
Apa? Kau tidak hapal? Bukan itu
lirik lagu yang pernah kau dengar? Ya sudah, tidak apa-apa jika kau tidak
hapal. Mungkin versi lagu yang kau dengar sudah direvisi guru TK-mu untuk
menutupi kebenaran...kebenaran tentang kisah Sang Peraut Agung.
Baiklah jika begitu, biar
kuteruskan ceritanya.
Nenekmu memulai petualangannya
sebagai peraut dengan mencari mata pisau yang tajam. Dia memulai pencarian mata
pisau dari dapur, tempat wanita biasanya berada sejak zaman nenek moyangnya
nenek moyangmu. Tapi tidak ada mata pisau yang tajam di sana. Semuanya tumpul.
Maka dengan kuasanya dia meraih
segenap pisau tumpul itu dan lantas mengasahnya dengan batu kali yang dia
pungut di pinggir kali. Siang malam dia bekerja keras menajamkan pisau,
sementara pagi dan sore dia duduk-duduk mencari kutu di rambutnya sendiri atau
di rambut simboknya atau menyapu latar kadang disambili ngeteh...Ya, iyalah,
masak kerja tanpa istirahat. Kan bisa lelah. Kalau sampai dia lelah dan stres
bisa-bisa kamu gak akan ada sekarang. Jangankan kamu, romo-mu ini juga tidak
akan ada.
Nah, biar kulanjutkan
ceritanya. Kini dia telah memiliki empat...bukan, lima batang pisau yang tajam
dan siap digunakan untuk memuluskan karir sebagai peraut. Tapi, dia lupa
sesuatu yang paling penting jika ingin menjadi seorang peraut.
Yakni...pensil! Pensil bukan
sembarang pensil, melainkan pensil istimewa!
Oh, nak. Kamu tidak bisa
membayangkan betapa puyeng nenekmu memikirkan sebatang pensil. Dia ini papa
pensil. Dia tiada berpunya pensil. Di masa itu sebatang pensil istimewa harganya
sungguh di luar jangkauan tangannya.
Namun semua berubah ketika
nenekmu bertemu calon kakekmu. Seorang kapiten yang pedangnya panjang dan tiapdia berjalan suaranya “prok oprok oprok jadi apa.” Kakekmu si kapiten pedang panjang
memberi nenekmu sebatang, tidak bukan sebatang tapi lima batang pensil istimewa.
Tentu dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Sebatang pensil itu nenekmu
gunakan untuk menggarap soal EBTANAS/
UNAS/ UAN/ UN. Lalu sebatang selanjutnya dipakai mengerjakan soal-soal UMPTN
atau SPMB atau SBMPTN, membulati nama, membulati jawaban tanpa letih. Haaaahhh,
kau tak akan percaya mereka membuat hingga puluhan istilah untuk satu hal yang
sama ketika itu.
Sebatang pensil berikutnya mengantarkan
nenekmu jadi PNS di kementrian kekalutan dan periklanan. Tempat yang sesuai
karena Kapiten Pedang Panjang juga mengabdi di situ.
Sebatang pensil berikutnya lalu
menjadi mas kawin perkawinan kakek moyangmu Kapiten Pedang Panjang dengan nenek
moyangmu Sang Peraut hingga aku pun....
Nak..., kamu sudah tidur? Tapi
ceritanya belum selesai ini. Ini kisah tentang batang pensil terakhir...Nak?
Nak..?
(Jino Jiwan)
0 komentar:
Posting Komentar