Imajinasi Pedesaan di Kampung Mina Padi
Sore hari di musim
kemarau adalah waktu paling menyenangkan. Anti mendung, tiada hujan, iklimnya
hangat pula. Di daerah Jogja utara masih ketambahan udara sejuk, terlebih kalau
kamu mengunjungi desa wisata yang belakangan semakin trending saja, thanks to the rise of narcism on social
media. Semua orang ingin menunjukkan bahwa diri merekalah yang paling unggul
jumlah katalog travelingnya.
Mungkin, mungkin ya. Kalau
kamu termasuk penikmat desa. Monggo monggo
menyambangi desa wisata satu ini. Namanya Kampung Mina Padi. Berada di dusun Samberembe, kecamatan Pakem, Sleman,
Yogyakarta, letaknya di sisi timur dari dusun, diapit persawahan, di pesisir
kali Boyong.
Jalan di depan Kampung Mina Padi, Perhatian: lokasi tidak di pinggir jalan besar. |
Dinamakan “kampung” dan
bukannya “desa” tak lain karena ia bukan desa dalam pengertian adminsitratif,
melainkan suatu kawasan imajinatif
pedesaan. Tau sendiri kan, semacam ruang khusus yang disediakan untuk pelancong
modern agar dapat merasakan sesuatu yang barangkali lama mereka rindukan. Sesuatu
yang mereka merasa kehilangan.
Penampakan gerbang depan Kampung Mina Padi |
Kehilangan apa itu?
Insting alamiah laten manusia yang, ingin memandangi sesuatu yang ijo royo-royo yakni sawah. Diiringi alunan
gemericik air sungai yang mengalir ke kolam ikan, hembusan lembut angin
beraroma lumpur sawah, dan sebongkah gunung di kejauhan.
Kira-kira seperti itulah
gambaran Kampung Mina Padi. Berusaha menggodamu untuk kembali ke desa, kembali
ke kehidupan bercocok tanam, jadi petani.
Sign System yang mencoba membangkitkan jiwa agraris masa lampaumu |
Penampakan calon petani milenial |
Jodohku Anak Pak Tani, bisa jadi judul FTV yang bagus |
Sekilas informasi yang kuperoleh,
pemrakarsa proyek ini adalah seorang petani bernama Timbul yang rumahnya berdiri
tepat di seberang jalan Kampung Mina Padi. Tidak mengherankan jika dia kemudian
ingin mempromosikan pekerjaan petani. Yang kita sama-sama tahu profesi ini dikenal
masih banyak pahitnya. Setidaknya dalam berita di media massa, di mana harga
jual dari apapun yang mereka tanam kerap tidak sebanding dengan jerih payah yang
dikeluarkan.
Kail dan jala bisa menghidupimu? |
Dengan luas 3 hektar, kampung
ini didominasi kolam yang jumlah ikan(nila)nya mungkin mencapai ribuan ekor,
dilengkapi dengan arena yang hari ini kita kenal dengan outbond. Tak ketinggalan tentu sawah, sawah, dan sawah dengan tanaman
padi yang tumbuh begitu rimbun nan subur. Lokasi yang sungguh menyejukkan hati.
Pas buat warga urban melepas penat dari ruwetnya pikiran.
platform buat melatih kekompakan (konon katanya) |
Tapi bukan hanya itu,
ia juga seperti yang sudah kusebut sekilas, mewakili imajinasi pedesaan. Imajinasi
pedesaan ini di/membentuk gambaran dan konsep mental yang mendahului realitas,
yakni pedesaan yang ideal. Ideal menurut industri wisata kekinian.
Ini makanya desa biasa yang
dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa strategi kebudayaan tidak akan menarik di
mata pelancong. Karena bahkan gambaran desa yang ijo royo-royo, dll. itu sudah mulai jarang dijumpai di desa pada umumnya.
Di Kampung Mina Padi
ini imajinasi pedesaan dilekatkan—mungkin kamu sudah bisa baca di atas—pada pertanian,
sehingga teknik pertanian yang sebenarnya modern menyaru seolah tradisional di
saat bersamaan. Sehingga selain muncul kesan klasik bahwa pertanian=pedesaan
(dan sebaliknya), juga muncul bahwa bertani=kembali ke tradisi asali yang sederhana,
padahal secara terang-terangan kampung ini tidak sungkan memamerkan papan-papan
bertuliskan jenis bibit unggul bersponsor.
Dilihat dari rimbun dan sehatnya padi ini, perawatannya pasti serius dan berbujet tinggi |
Jadi pelancong tidak hanya mendapat udara segar, keeksotisan desa, dan yang pasti foto-foto untuk dipamerkan di Instagram, tapi sesungguhnya mereka juga beroleh pengetahuan bahwa kini jadi petani sudah jauh lebih mudah, semua berkat teknologi pertanian modern: bibit unggul yang orientasinya adalah produksi.
Maka pada ujungnya tanpa
disadari apa yang awalnya hanya imajinasi tentang desa, sedikit-sedikitlah
pasti mampu menyemai (kita pakai istilah tani) persepsi, opini, dan perilaku atas
pertanian.
Dapat bantuan internasional! Jujur aku iri kenapa dusunku tidak mengembangkan diri juga seperti ini. |
Lalu apakah pengunjung
atau lebih tepat pelancong lantas ingin beralih diri jadi petani? Kalau aku sendiri
sih lebih menjadikannya sebagai pengalihan sementara dari kemonotonan kerjaan…eskapisme,
untuk kemudian balik lagi ke pekerjaan tetap. Tapi setidaknya upaya kampung
Mina Padi menonjolkan ke-petani-annya ini layak diapresiasi. Maka mari kita
nantikan beberapa tahun dari sekarang akankah jumlah petani meningkat?
Everything is dildo if you brave enough |
Catatan:
Konsep Imajinasi
dibantu dari bukunya Tedjoworo – Imaji dan
Imajinasi
0 komentar:
Posting Komentar